PENGOKOH
TAUHID
Buletin eds.003 Th.2 / 24 Rabiul Awal 1433 H/ 17 Februari 2012 M.
Buletin eds.003 Th.2 / 24 Rabiul Awal 1433 H/ 17 Februari 2012 M.
Oleh:
Yadi Amarulloh*
Dalam
pembahasan sebelumnya telah dijelaskan mengenai makna لا إله إلا
الله . Sekaligus
hal-hal yang menjadi konsekuensi orang yang bertauhid. Yakni dituntut untuk
meniadakan ilah selain Allah dan menetapkan pengabdian hanya kepada Allah saja.
Adapun keyakinan yang wajib dibuang meliputi empat macam, yaitu Alihah,
Thagut, Andad dan Arbab. Sedangkan yang akan mengokohkan atau
memantapkan tauhid itu ada empat, meliputi Al-Qashdu, Al-Mahabbah, Al-Khauf dan
Ar-Raja.
Pertama, Al-Qashdu yaitu
melaksanakan apapun pekerjaan sehari-hari, baik kegiatan ibadah ritual atau
sosial, hanyalah semata karena Allah dan mengharap ridha-Nya. Allah SWT
berfirman:
إِنِّي وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذيْ فَطَرَ السَّمواتِ وَ الأَرْضَ
حَنِيْفًا وَمَا أَنَا مِنَ المُشْرِكِيْنَ
“Sesungguhnya aku menghadapkan
diriku kepada Tuhan yang menciptakan langit dan bumi dengan cenderung kepada
agama yang benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Tuhan.”[1]
Setiap orang islam dituntut untuk melandasi segala aktivitasnya dengan Nawaitu
karena Allah, baik itu shalatnya, pengorbanannya hidup dan matinya dan seluruh
kegiatan kesehariannya.
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِيْ وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ
رَبِّ العَالَمِيْنَ لَا شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَ أَنَا أَوَّلُ الْمُسْلِمِيْنَ
“Sesungguhnya shalatku, ibadahku,
hidup dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu
bagi-Nya; dan demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang
yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).[2]
Setiap perbuatan yang melenceng dari Nawaitu Lillahi ta’ala akan
berbuah syirik. Dan riya termasuk kategori Syirkul Asghar.
Dari Mahmud bin Labid r.a, berkata; Rasulullah saw bersabda: “Sesunggunya
sesuatu yang paling aku takutkan atas kalian ialah syirik kecil, yaitu riya.”[3]
Kedua, al Mahabbah yaitu mencintai
Allah dan rasul-Nya melebihi kecintaan terhadap yang lainnya, demi meraih cinta
Allah, ia rela mengorbankan segala-galanya dan lebih memilih dicintai Allah
daripada dicintai oleh yang lainnya.
Allah SWT mensifati orang yang beriman dengan kecintaannya yang besar
kepada Allah.
.....وَالَّذِيْنَ
آمَنُوْا أَشَدُّ حُبًّا للهِ....
“.....adapun orang-orang yang
beriman amat sangat cintanya kepada Allah...” [4]
Tidak ada ucapan lain bagi orang yang beriman jika diseru untuk melaksanakan
perintahnya kecuali ucapan; Sami’naa wa atha’naa.
إِنَّمَا كَانَ قَوْلُ الْمُؤْمِنِيْنَ إِذَا دُعُوْا إِلَى
اللهِ وَرَسُوْلِهِ لِيَحْكُمَ بَيْنَهُمْ أَنْ يَّقُوْلُوْا سَمِعْنَا وَ أَطَعْنَا
وَ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Sesungguhnya jawaban orang-orang
mukmin, bila mereka dipanggil kepada Allah dan rasul-nya agar rasul menghukum
(mengadili) diantara mereka ialah ucapan; “Kami mendengar dan kami patuh.” Dan
mereka itulah orang-orang yang beruntung.”[5]
Rasulullah saw pun mengisyaratkan bahwa akan ada tiga golongan yang
merasakan halawatul iman.
Dari Anas r.a, berkata; Bersabda Rasulullah saw: “Tiga perkara, siapa
yang berada padanya ia pasti merasakan manisnya iman; ia menjadikan Allah dan
Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya, ia mencintai seseorang, dan
tidak mencintainya kecuali karena Allah, dan ia benci untuk kembali kepada
kekafiran setelah Allah menyelamatkannya sebagaimana ia benci untuk dilemparkan
kedalam neraka.”[6]
Realisasi mencintai Allah itu hendaklah dibuktikan dengan mengikuti
petunjuk nabi. Dalam pelaksanaannya, jangan ditambah atau dikurangi ataupun
direkayasa. Demikian juga tidak dinilai sempurna iman seseorang kecuali jika
mencintai nabi melebihi cinta terhadap anaknya, orang tuanya atau manusia yang
lainnya.
Ketiga, al Khauf yaitu merasa takut kepada Allah, takut mendapatkan
murka-Nya atau siksa-Nya, ia tidak takut dengan siapapun kecuali dengan Allah.
وَ أَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَ نَهَى النَّفْسَ عَنِ
الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ المَأْوَى
“Dan adapun orang yang takut pada
kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya. Maka
sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)”[7]
Allah SWT menjelaskan bahwa yang takut kepada Allah itu hanyalah ulama.
إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ عِبَادِهِ العُلَمَاءُ
“...Sesungguhnya yang takut kepada
Allah diantara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama..”[8]
Demikian juga tidak takut kepada siapapun kecuali oleh Allah merupakan ciri
orang yang memakmurkan masjid.[9]
Keempat, ar Raja yaitu penuh harap akan rahmat Allah, penuh harap dengan
pertolongan-Nya. Ia sadar, jika ia mendapatkan rahmat-Nya adalah keuntungan
yang tiada terhingga nilainya.
Orang yang betul-betul mengharap rahmat Allah akan rela berhijrah dan
berani berjuang untuk menegakkan kalimat-nya.
إِنَّ الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَالَّذِيْنَ هَاجَرُوْا وَجَاهَدُوْا
فِيْ سَبِيْلِ اللهِ أُولَئِكَ يَرْجُوْنَ رَحْمَتَ اللهِ وَاللهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Sesungguhnya orang-orang yang
beriman, orang-orang yang berhijrah dan berjihad di jalan Allah, mereka itu
mengharapkan rahmat Allah, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.[10]
Jika betul-betul mengharapkan ridha Allah, maka jadikanlah rasul sebagi usawatun
hasanah.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ
لِمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ الآخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْرًا
”Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri tauladan yang baik
nagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari
kiamat dan dia banyak menyebut Allah.[11]
Diantara ciri orang yang tidak mempunyai pengharapan bertemu dangan Allah
ialah orang yang cinta kehidupan dunia dan merasa tenang dan bangga dengan meraih harta tetapi berpaling
dari petunjuk-petunjuk Allah.
إِنَّ الَّذِيْنَ لَا يَرْجُوْنَ لِقَاءَنَا وَرَضُوْا بِالْحَيَوةِ
الدُّنْيَا وَاطْمَأَنُّوْا بِهَا وَالَّذِيْنَ هُمْ عَنْ آيَاتِنَا غَافِلُوْنَ
“Sesungguhnya orang-orang yang
tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas
dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan dunia itu dan
orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami.”[12]
Orang-orang yang beriman hendaklah bersungguh-sungguh dalam membela agama
Allah karena mereka punya harapan disisi Allah, yaitu rahmat-Nya yang tidak
menjadi harapan bagi mereka yang kafir.
وَلَا تَهِنُوْا فِي ابِتِغَاءِ الْقَوْمِ إِنْ تَكُوْنُوْا
تَأْلَمُوْنَ فَإِنَّهُمْ يَأْلَمُوْنَ كَمَا تَأْلَمُوْنَ وَتَرْجُوْنَ مِنَ اللهِ
مَا لَا يَرْجُوْنَ وَكَانَ اللهُ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
“Janganlah kamu berhati lemah dalam
mengejar mereka (musuhmu). Jika kamu menderita kesakitan, maka sesungguhnya
mereka pun menderita kesakitan (pula), sebagaimana kamu menderitanya, sedang
kamu mengharap dari pada Allah apa yang tidak mereka harapkan. Dan adalah Allah
Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.[13]
Wallahu A’lam.
* Penulis adalah staf pengajar di
Pesantren Persatuan Islam 112 Bogor yang saat ini sedang melaksanakan studi di
LIPIA Jakarta
[1] QS. Al An’am: 79
[2] QS. Al An’am: 162-163
[3] HR. Ahmad dengan sanad Hasan
[4] QS. Al Baqarah: 165
[5] QS. An Nur: 51
[6] HR. Bukhari Muslim
[7] QS. An Nazi’at: 40-41
[8] QS. Fathir: 28
[9] QS. At Taubah: 18
[10] QS. Al Baqarah: 218
[11] QS. Al Ahzab: 21
[12] QS. Yunus: 7
Sumber: Buletin-hayatuna
1 komentar:
Nice,,
Posting Komentar