
Rancangan
Undang-undang zakat, infak dan sedekah memang telah disahkan dalam
sidang paripurna DPR beberapa waktu lalu (27/10/11). Namun sayangnya
dalam UU Zakat yang merupakan revisi dari UU Zakat no 38 Tahun 1999
tersebut masih dirasa ada banyak kelemahannya.
Demikian
disampaikan Ahmad Juwaini ketua Umum Forum Zakat Nasional (FOZ) dalam
seminar yang digelar Pusat Zakat Umat (PZU) Persis pada Musyawaran
Nasional PZU di Aula Hotel Antik Soreang Kabuaten Bandung Jumat (13/01).
Kelamahan
UU Zakat tersebut menurut Ahmad Juwaini ada di beberapa pasal
diantaranya, Pasal 15 tentang pembentukan BAZNAS di propinsi dan
kab/kota, Pasal 18 tentang persyaratan pemberian
izin bagi LAZ, Pasal 29 tentang “kordinasi” BAZNAS dan BAZNAS Provinsi,
BAZNAS KAB/KOTA serta antara BAZNAS dan LAZ dan Pasal 38 dan pasal 41
tentang ancaman sanksi bagi masyarakat yang mengelola zakat tapi tidak
memiliki izin.
Misalnya pada pasal 18 ayat (2) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan apabila memenuhi persyaratan paling sedikit diantaranya terdaftar sebagai organisasi kemasyarakatan Islam yang mengelola bidang pendidikan, dakwah, dan social. Padahal menurut Ahmad Juwaini banyak lembaga zakat yang sekarang bukan berasal dari ormas Islam seperti Dompet Dhuafa.
Contoh
lainnya terdapat pada pasal 38 bahwa Setiap orang dilarang dengan
sengaja bertindak selaku amil zakat melakukan pengumpulan,
pendistribusian, atau pendayagunaan zakat tanpa izin pejabat yang
berwenang.
Jika
melanggar maka hukumannya berat seperti yang tercantum pada pasal 41
bahwa Setiap orang yang dengan sengaja dan melawan hukum melanggar
ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun dan/atau pidana denda paling banyak
Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Meski
demikian ia menghormati dan menghargai keberadaan UU zakat yang baru,
berdasarkan pertimbangan penjelasan pihak-pihak yang berkompeten tentang
isi, maksud dan penjelasan UU yang selama ini sudah diungkapkan.
“Kita berusaha memperbaiki kekurangan UU zakat baru melalui keterlibatan secara
intens dalam “pengawalan” penyusunan Peraturan Pemerintah (PP) dan
Peraturan Menteri Agama (PMA). Apabila setelah dikeluarkan PP dan PMA,
isinya tidak memberikan jaminan “keamanan dan
kenyamanan” LAZ dalam beroperasi sebagai LAZ, maka akan dilakukan
judicial review,” kata Ahmad Juwaini.
Ia pun berharap struktur organisasi dan kebijakan strategis LAZ harus menjamin bahwa adanya implementasi UU zakat, tidak akan mengganggu ritme organisasi LAZ secara keseluruhan.
Sumber: Persis
0 komentar:
Posting Komentar