Di
tahun-tahun terakhir, para pakar berusaha melihat masalah hubungan
antara media dan politik dari pelbagai sudut pandang. Begitu juga
mengenai pengaruh kepentingan para politikus dalam mengatur media-media
di dunia Barat. Karena masalah ini ternyata sempat mengubah parameter
analisa dalam ilmu-ilmu sosial dan riset media.
AZHAR.M.FARIS
Media-media
di mata audien menjadi sumber pemberitaan dan untuk mengakses
informasi, terpaksa mereka harus merujuk ke media-media. Padahal,
dewasana ini dikatakan bahwa benak audien telah dicetak oleh media. Di
benak mereka berkumpul antara pengertian dan penggunaan dan
penyalahgunaan. Sejatinya para audien dari media-media adalah
orang-orang yang berperilaku sama seperti yang diinginkan oleh media dan
para pemiliknya.
Teori
media yang menjelaskan pelbagai kasus menunjukkan kondisi yang lebih
komplek dan perubahaan struktur media klasik dan munculnya media modern
seperti internet dan jejaring sosial menunjukkan munculnya perubahan
mendasar di bidang informasi. Dari sini dunia media membutuhkan riset
mendalam yang mampu mengkaji hubungannya dengan politik dan ekonomi.
Peter
Dahlgren, pakar media berkebangsaan Swedia meyakini bahwa media modern
tengah mengubah politik. Karena kehidupan politik kebanyakan diliputi
oleh media. Dengan kata lain, saat ini politik dikoordinasi secara
komplek oleh media. Ia menjabarkan teori seperti ini bahwa para
wartawan, produser, provider internet dan politikus berada dalam satu
atap dan masyarakat hanya dapat menatap mereka. Dahlgren dalam
menjelaskan pandangannya ini mengatakan, dalam dunia modern saat ini,
politik harus menerima logika media dan tanpa disadari politik telah
mengalami perubahan fundamental.
Dahlgren
yang meneliti "Perubahan Fundamental Demokrasi" menulis, periode saat
ini menjadi bukti bahwa kita telah berada jauh dari ide-ide utama
demokrasi dan kita tengah mengalami sesuatu yang dapat disebut "Minor
Demokrasi". Demokrasi membutuhkan budaya umum yang muncul dalam
nilai-nilai bersama dan perilaku sehari-hari. Di situlah masyarakat
dapat merasakannya. Tapi kini kita melihat betapa media sebagai suatu
realita dan kekuatan historis telah memasuki dunia politik dan bermain
di sana.
Dalam
teori ini telah ditekankan mengenai dunia yang berpusat pada media dan
menjelaskan luas tentang dampak media pada perubahan cara berpikir
manusia. Pada awalnya teori ini melihat media sebagai lembaga sosial dan
menjelaskan bahwa di Barat media dikoordinasi sedemikian rupa sehingga
dapat memberikan keuntungan. Kunci mengenal peran media dalam perubahan
fundamental pengertian demokrasi juga muncul dari masalah ini, dimana
media terpaksa memrogram masalah finansialnya. Dengan dasar ini, banyak
majalah ilmiah harus mengubah formatnya agar lebih dapat diterima
masyarakat umum, karena kehilangan pelanggan di banyak negara yang
berujung pada kerugian. Akhirnya, majalah seperti ini harus meraih
keuntungan dengan menjual isu dan ketelanjangan.
Imperatur
media Barat di banyak cabang komunikasi berada pada sejumlah orang
tertentu dari perusahaan-perusahaan raksasa yang fokus pada media.
Perusahaan seperti Warner Brothers, dan media-media dibawah kepemimpinan
Rupert Murdoch berada di urutan teratas. Mereka inilah yang membentuk
substansi media dunia Barat. Bahkan industri komputer dan asesoris
telepon genggam berada dibawah perusahaan yang punya hubungan kerjasama
erat atau tengah bergabung satu dengan lainnya. Dengan demikian, akses
terhadap informasi yang menjadi hak seluruh warga masyarakat berada
dibawah pengawasan sejumlah orang tertentu, dimana yang menjadi
prioritas mereka hanya keuntungan.
Di
sisi lain, politik juga punya banyak impian bagi audien media. Agar
pembahasan ini lebih dapat dipahami, kami akan menjelaskan mengenai
perubahan para pemimpin politik lewat pemilu dan yang paling penting
adalah pemilu presiden. Posisi pemrograman media di Barat mengharuskan
kekuatan politik dengan mudah dapat membentuk opini publik atau
melakukan perubahan fundamental atasnya. Dalam definisi yang ada, rakyat
memilih wakilnya yang akan berkuasa. Tapi dalam pemilu di Barat, pada
dasarnya media yang dikuasai para politikus yang memilih presiden untuk
rakyat.
Dalam
pemilu terbaru Perancis, media-media menggunakan istilah "pesona para
kandidat presiden". Masalahnya demikian, para kandidat presiden untuk
menarik suara pemilih berusaha bersolek untuk mencitrakan penampilan
terbaik. Televisi menjadi tempat bagi mereka untuk mendemonstrasikan
pesonanya untuk menarik masyarakat sebanyak-banyaknya untuk memilih
dirinya. Para kandidat presiden untuk pertama kalinya menyerahkan para
sutradara film terkenal untuk mengelola kampanye dan pidato mereka dan
melarang televisi-televisi yang ada untuk meliputnya.
Jelas
bahwa penataan panggung dan pengambilan gambar kampanye memiliki sisi
promosi, tapi yang ada ini telah dibuat sedemikian rupa sehingga
menampilkan habis-habisan pesona sang kandidat. Semua begitu
memperhatikan para pemuda dan yang ditampilkan bagaimana mereka tengah
menyalami sang kandidat. Pada saat yang sama mereka memutar musik keras
ketika sang kandidat memasuki ruangan dan pengambilan gambar anak-anak
muda yang melukis wajahnya dengan bendera Perancis. Hal yang sama juga
dapat disaksikan pada pemilu presiden Amerika.
Sejatinya,
di dunia Barat para kandidat presiden selain memiliki kemampuan
politik, juga harus bak seorang bintang film yang hebat dari sisi fisik
dan pesona. Ini adalah ciri khas yang dipaksakan media kepada kondisi
sosial di Barat. Sebagai contoh, dalam gambar-gambar yang ditayangkan
televisi berkali-kali kita menyaksikan bagaimana para kandidat menaiki
tangga dua kali untuk menunjukkan kekuatan fisiknya. Kita menyaksikan
bagaimana Nicolas Sarkozy, mantan Presiden Perancis menjadi bahan
tertawaan media karena tubuhnya yang pendek dan untuk mengesankan
tubuhnya tinggi ia memaki sepatu hak tinggi.
Tapi
ada satu hal yang sering dilupakan bahwa bagaimana bisa parameter yang
ada ini sesuai dengan definisi yang ada dalam demokrasi. Apakah politik
dapat mengubah tolok ukurnya sesuai dengan apa yang diinginkannya
sehingga tidak mengenal lagi parameter yang disepakati semuanya? Apakah
seorang politikus atau presiden yang baik adalah seorang yang berpostur
tegap, tampan dan kuat atau prinsip-prinsip seperti memiliki catatan
kehidupan yang baik, merakyat, independen, cerdas, tanggap dan
sifat-sifat yang seperti ini?
Media-media
Perancis dalam proses pemilu presiden negara ini menulis bahwa Francois
Hollande telah mempersiapkan dirinya menjadi kandidat pilpres Perancis
sejak beberapa tahun lalu. Alasannya karena ia telah melakukan diet dan
berhasil mengurangi berat badannya sebanyak15 kilogram agar tampak lebih
gagah. Dalam masa kampanye pilpres Perancis, kanal-kanal televisi
negara ini selama 6 bulan menayangkan ucapan dan gambar yang
berulang-ulang dan berusaha menciptakan seorang pahlawan seperti yang
ada di dunia sinema.
Debat
televisi para kandidat pilpres Perancis juga mengikut gaya ini. Mereka
mendebatkan ekonomi makro, tapi sayangnya para pemirsa tidak begitu
memahami masalahnya karena penyampaian yang terlalu berbelit-belit. Yang
mereka saksikan adalah duel para kandidat dengan mempergunakan segala
cara untuk menghabisi rivalnya. Metode yang mengingatkan orang akan
medan tempur para gladiator, dimana mereka yang ada di sana hanya
berpikiran untuk membunuh lawannya dan keluar sebagai pemenang. Tapi
menariknya, kampanye media yang ada terkadang menjadi kontra produktif
bagi sang kandidat. Siapa saja dapat melihat bagaimana Sarkozy begitu
memperhatikan pakaiannya sehingga ia dituduh berusaha menjauh dari
masyarakat.
Apa yang telah
dijelaskan ini sedikitnya telah memberikan penjelasan tentang hubungan
dunia politik dan media. Kita dapat memahami bagaimana media telah
menjadi lokomotif perubahan dalam politik dan para politikus harus
memiliki media sebagai kendaraan politik ekonomi. Hubungan antara para
pemilik media dengan pusat-pusat kekuatan di Barat bukan satu hal yang
dapat dipungkiri lagi. Pengaruh Zionisme Internasional di media-media
seperti sinema, televisi dan propaganda pemikiran dan pandangan politik
para pemimpin rezim Zionis Israel di media-media ini, termasuk bukti
pengaruh politik di dunia media. Sekaitan dengan kasus-kasus ini, kita
dapat memahami bagaimana media-media menyebarkan Islamphobia di seluruh
dunia. (IRIB Indonesia/SL/NA/www.globalmuslim.web.id)AZHAR.M.FARIS
0 komentar:
Posting Komentar