![](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhYo8zi_909zKK5-dqSW9PhDvlJyum3UNS_I_nsJHEgptAojc5aQHt4oitPV7i66W9RurEZhLWBaoJVTOQkjU6JG6P2NgqK8Pyro1mj3uc7SEXVeCVDIxZG391aw4wgK7MfNxSqxyJg-FW0/s400/rasul-tak-pernah-sakit.jpg)
Resensi Buku
Judul Buku: Kenapa Rasulullah Saw Tidak Pernah Sakit?
Penulis: dr. Ade Hashman, Sp.An.
Penerbit: Hikmah
Cetakan: I, 2009
Tebal: xxii, 275 halaman
Peresensi: * Romi Febriyanto Saputro, S. IP, PNS pada Kantor Perpusda Kab. Sragen
Anehkah
belajar pemeliharaan kesehatan diri dari Nabi ? Menurut dr Ade Hashman,
Sp. An, pengarang buku ini, sama sekali tidak. Rasulullah Muhammad Saw
itu bagaikan mutiara yang berkilau dari sisi mana pun kita memandangnya.
Kecermelangan pribadinya adalah telaga abadi yang tidak pernah habis
ditimba. Hidup tanpa keteladanan dan kehilangan contoh panutan adalah
hidup yang secara kosmologis menjadi ahistoris. Beliau adalah inspirasi
bagi setiap profesi dan atribut, tempat di mana seorang muslim
seharusnya berkaca diri.
Rasulullah ditakdirkan
hidup dalam 63 tahun, dan salah satu keistimewaan dari hidup beliau
yang mungkin jarang dibahas adalah kondisi fisiknya yang prima.
Sepanjang hidupnya, Nabi hanya sakit 2 kali saja ! Menurut Haekal dalam
Sejarah Hidup Muhammad, penyakit yang pernah dideritanya tak lebih dari
kehilangan nafsu makan yang pernah dialaminya dalam tahun keenam Hijrah,
tatkala ada tersiar kabar bohong bahwa ia telah disihir oleh
orang-orang Yahudi. Satu penyakit lagi yang pernah dideritanya sehingga
karenanya ia berbekam, yaitu setelah termakan daging beracun pada tahun
ketujuh Hijrah.
Ini merupakan fakta prestasi
kebugaran fisik yang sangat menakjubkan. Betapa tidak, Rasulullah Saw
hidup dengan beban pekerjaan yang besar, memikul amanat yang berat,
yakni kelak membangun sebuah peradaban yang mahabesar. Ia mengisi
lembaran hari-harinya dengan penuh perjuangan, kerja keras, lahir
berpredikat yatim, beranjak enam tahun menjadi piatu.
Sejak
muda beliau memulai karier sebagai penggembala ternak, pedagang, hingga
mencapai enterprenuer sukses yang melakukan bisnis ke mancanegara
(Syiria, Yaman, dan lain sebagainya). Meningkat dewasa dimensi tanggung
jawab yang diembannya semakin bertambah kompleks; di usianya yang 40 –
an beliau diangkat Tuhan menjadi Nabi bagi umatnya dan Rasul penutup
bagi seluruh umat manusia hingga akhir zaman.
Fokus
utama buku ini adalah meneladani pola hidup Nabi Muhammad Saw. Buku ini
mengajak kita belajar soal pemeliharaan kesehatan diri kepada
Rasulullah Saw, bukan belajar ilmu kedokteran dalam pengertian teknis
pengobatan. Termasuk dalam masalah ini, yaitu anjuran Nabi untuk menjaga
kesehatan dan mencegah hal-hal yang bisa menimbulkan penyakit pada
badan dan jiwa. Demikian pula larangan beliau dari setiap yang
membahayakan dan menghindari mudharat sebelum terjadi.
Keunikan
buku ini yang membedakan dengan buku-buku tentang tips-tips hidup sehat
yang telah ada adalah kiat hidup sehat pada buku ini terintegrasi dalam
perintah dan larangan dalam syariat yang menjadi bagian dari rukun
Islam.
Shalat, misalnya, merupakan bagian dari
gaya hidup sehat. Sujud yang dilakukan ketika Shalat akan meningkatkan
debit aliran darah lebih besar ke arah kepala, dan ini secara otomatis
meningkatkan oksigen untuk beredar di dalam otak, sehingga memperlancar
metabolisme aerob dalam otak. Pasokan yang meningkat akibat sujud juga
memberikan penambahan tekanan pada pembuluh darah. Hal ini akan melatih
dinding pembuluh darah di kepala lebih adaptif menghadapi tekanan,
sehingga relatif menjadi lebih kuat apabila menghadapi suatu trauma.
Keunikan
berikutnya dari buku ini adalah mementahkan konsep kedokteran barat
model Cartesian yang memiliki motto ”mensana in corpore sano” yang
kurang lebih berarti ”dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat”.
Menurut penulis buku ini, justru ”dalam jiwa yang sehat terdapat raga
yang kuat”.
Cukup banyak dari penyakit-penyakit
organik memiliki akar emosional. Istilah ”Psikosomatik” dalam
terminologi penyakit merupakan gambaran penyakit yang dilatarbelakangi
persoalan-persoalan kejiwaan. Gaya hidup beragama merupakan gaya hidup
yang sehat.
Menurut penelitian David B Larson
dari The American National Health Research Center, orang yang taat
beragama menderita penyakit jantung 60 % lebih sedikit, tingkat bunuh
diri 100 % lebih rendah, menderita tekanan darah tinggi dengan tingkat
yang jauh lebih rendah 80 %, penurunan kecemasan 73 %, penurunan depresi
71 % dan penurunan pemakaian obat 100 % dibanding orang yang menjalani
hidup sepenuhnya sekuler.
Dalam International
Journal of Psychiatry in Medicine, dilaporkan bahwa orang yang mengaku
dirinya tidak berkeyakinan agama menjadi lebih sering sakit dan
mempunyai masa hidup lebih pendek. Menurut penelitian tersebut, mereka
yang tidak beragama berpeluang dua kali lebih besar menderita penyakit
usus lambung daripada mereka yang beragama, dan tingkat kematian mereka
akibat penyakit pernapasan 66 % lebih tinggi daripada mereka yang
beragama.
Menjaga kesehatan lebih baik daripada
mengobati merupakan pesan penting dari buku ini. Ilmu menjaga kesehatan
ini sangat penting. Ironisnya, hal ini banyak dilupakan oleh para
dokter kita. Menurut Guru Besar FKUI, Prof. Dr. Daldiyono
Hardjodisastro, Sp.PD, justru ilmu menjaga kesehatan yang malah tidak
ditemukan dalam pendidikan di fakultas kedokteran. Domain ilmu
kedokteran masih mencurahkan perhatian besarnya kepada penyakit, tanpa
mencoba mengelaborasi ke belakang untuk memahami secara mendalam fase
seseorang sebelum menjadi pasien.
Mayoritas
dokter jarang memikirkan bahwa sikap seseorang terhadap hidup akan
mempengaruhi kualitas hidupnya. Dr. Fahmi Idris, Ketua PB IDI mengatakan
program kesehatan seharusnya lebih ditujukan pada perubahan perilaku
(promotif dan preventif) karena hal tersebut berkontribusi 50 % untuk
menyehatkan masyarakat, sedangkan program pengobatan (kuratif) yang
dilakukan rumah sakit atau puskesmas hanya berkontribusi sekitar 10 %
untuk menyehatkan masyarakat.
Penelitian Dr.
John Rowe, Prsedident of Mount Sinai Hospital, membuktikan bahwa faktor
genetik hanya mempengaruhi 1/3 dari status kesehatan fisik manusia,
sedangkan 2/3 lainnya lebih dipengaruhi lifestyle, pekerjaan, apa yang
kita makan, bagaimana mengendalikan stress, hubungan-hubungan sosial dan
sense kekuatan personal.
Menurut pakar
kesehatan Andrew Weil, sebagaian besar suku cadang tubuh kita dirancang
layak pakai, bergaransi atau produktif, tidak bermasalah selama 80 tahun
asalkan syarat-syarat dasar bagi pemeliharaan dan pencegahan ditaati.
Oleh : Faris Akhyari
0 komentar:
Posting Komentar