Kabar tidak sedap kembali menerpa bisnis ekspor bahan
makanan Indonesia. Sejak 1 Juni 2012, Uni Emirat Arab menyatakan tidak
mengakui label halal yang dikeluarkan Lembaga Pengkajian Pangan
Obat-Obatan dan Kosmetik (LPPOM) MUI.
Praktis, ekspor bahan makanan ke salah satu pasar negara muslim terbesar itu mandeg. Kabar tidak diakuinya label halal makanan Indonesia mencuat setelah sebuah perusahaan eksportir makanan asal Jakarta melaporkan kasus penolakan barang dagangannya pada Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).
Ketua Komite Tetap Makanan, Minuman dan Tembakau Kadin, Thomas, memaparkan kasus tersebut pada diksusi Kadin tentang evaluasi Kinerja ekspor Indonesia, Jumat (8/7) Thomas sendiri mengaku terkejut dengan kabar tersebut. Pasalnya, selama ini pemerintah UEA tidak mempersoalkan masalah label halal.
Kadin telah melanjutkan temuan tersebut pada Kementrian Luar Negeri Indonesia. "Kemenlu sudah bersurat pada otoritas UEA mempertanyakan alasan, namun belum mendapat balasan," paparnya.
Berdasarkan indormasi yang diperoleh Thomas dari eksportir terkait, bahan makanan asal Indonesia ditolak karena pengawas bahana makanan UEA tidak mengenal MUI. Usaha lobi yang dilakukan MUI terhadap otoritas UEA juga gagal lantaran lembaga tersebut tidak mewakili pemerintah Indonesia.
Kebijakan Kementrian Perdagangan UEA, sebagai otoritas yang mengeluarkan aturan, dinilai membahayakan ekspor Indonesia ke negara-negara muslim lain.
"Saya khawatir kebijakan itu menular. Setelah UEA tidak mengakui label halal yang lain juga menerapkan," sebut Thomas.
Kekhawatiran Thomas beralasan. Pasalnya, total ekspor makanan Indonesia ke negara muslim merupakan ke lima terbesar. Thomas menambahkan, untuk UEA sendiri nilai ekspor bahan makanan mencapai 80-100 miliar dolar UEA per tahun.
Praktis, ekspor bahan makanan ke salah satu pasar negara muslim terbesar itu mandeg. Kabar tidak diakuinya label halal makanan Indonesia mencuat setelah sebuah perusahaan eksportir makanan asal Jakarta melaporkan kasus penolakan barang dagangannya pada Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin).
Ketua Komite Tetap Makanan, Minuman dan Tembakau Kadin, Thomas, memaparkan kasus tersebut pada diksusi Kadin tentang evaluasi Kinerja ekspor Indonesia, Jumat (8/7) Thomas sendiri mengaku terkejut dengan kabar tersebut. Pasalnya, selama ini pemerintah UEA tidak mempersoalkan masalah label halal.
Kadin telah melanjutkan temuan tersebut pada Kementrian Luar Negeri Indonesia. "Kemenlu sudah bersurat pada otoritas UEA mempertanyakan alasan, namun belum mendapat balasan," paparnya.
Berdasarkan indormasi yang diperoleh Thomas dari eksportir terkait, bahan makanan asal Indonesia ditolak karena pengawas bahana makanan UEA tidak mengenal MUI. Usaha lobi yang dilakukan MUI terhadap otoritas UEA juga gagal lantaran lembaga tersebut tidak mewakili pemerintah Indonesia.
Kebijakan Kementrian Perdagangan UEA, sebagai otoritas yang mengeluarkan aturan, dinilai membahayakan ekspor Indonesia ke negara-negara muslim lain.
"Saya khawatir kebijakan itu menular. Setelah UEA tidak mengakui label halal yang lain juga menerapkan," sebut Thomas.
Kekhawatiran Thomas beralasan. Pasalnya, total ekspor makanan Indonesia ke negara muslim merupakan ke lima terbesar. Thomas menambahkan, untuk UEA sendiri nilai ekspor bahan makanan mencapai 80-100 miliar dolar UEA per tahun.
(AMF)
0 komentar:
Posting Komentar