|
|
![]() |
|
![]() |
|
|
|
oleh: Dr. Adian Husaini
SEBAGIAN kalangan Kristen di Indonesia menyatakan dengan bangga bahwa mereka memahami dan menjalankan misi agama mereka secara RADIKAL. Itu bisa dibaca dalam sebuah buku berjudul: "Kami Mengalami Yesus di Bandung" (Jakarta: Metanoia Publishing, 2011). Daniel H. Pandji, tokoh Kristen yang juga Koordinator Jaringan Doa Nasional, memberikan komentar:
SEBAGIAN kalangan Kristen di Indonesia menyatakan dengan bangga bahwa mereka memahami dan menjalankan misi agama mereka secara RADIKAL. Itu bisa dibaca dalam sebuah buku berjudul: "Kami Mengalami Yesus di Bandung" (Jakarta: Metanoia Publishing, 2011). Daniel H. Pandji, tokoh Kristen yang juga Koordinator Jaringan Doa Nasional, memberikan komentar:
“Buku ini menguak suatu kebenaran sejarah yang sangat
penting bagaimana saat ini banyak pemimpin-pemimpin rohani yang telah
menyebar ke seluruh bangsa bahkan berbagai belahan dunia, hal itu dimulai dari
gerakan doa yang militan pada tahun 1980 an, lalu memunculkan gerakan
penginjilan yang menyentuh berbagai bidang. Buku ini harus dibaca oleh
orang-orang yang mau memiliki semangat untuk mengubahkan bangsa.”
Kelompok Kristen ini menyatakan kebanggaannya, bahwa
saat ini, telah muncul anak-anak muda Kristen yang “dibangkitkan untuk mengikut
Tuhan secara radikal.” (hal. 23). Mereka memiliki sikap RADIKAL dalam berbagai
aspek:
• Radikal
dalam Pemberian. Banyak anak muda memberikan apa saja yang mereka
miliki kepada Tuhan untuk pekerjaan pelayanan yang memang kerap dilakukan tanpa
kehadiran donatur-donatur. Seorang mahasiswi memberikan seluruh emas yang
dimiliki (diberi oleh orang tuanya untuk persiapan pernikahan). Hasil penjualan
emas itu kemudian digunakan untuk menyewa sebuah rumah pelayanan, yang menampung
para gelandangan dan narapidana yang bertobat. Ada juga seorang mahasiswa
menjual motornya dan hasilnya diserahkan untuk membiayai retreat pelayanan.
Seorang pemudi memutuskan untuk memberi perpuluhan secara rutin 90% kepada
Tuhan dari semua yang ia terima. Seorang pemuda lain memberi perpuluhan kepada
Tuhan 50%. Ada satu ketetapan bersama yang radikal pada waktu itu: jika
mengadakan KKR yang membutuhkan dana besar (untuk sewa gedung, sound system,
buat publikasi spanduk, poster dan lain-lain) semua sepakat untuk tidak
meminta-minta, atau tidak mengedarkan proposal dalam mencari dana, tetapi
mengandalkan lutut untuk berdoa dan memohon kepada Tuhan.
• Radikal
dalam berdoa. Munculnya persekutuan doa yang seringkali berdoa
mencari Tuhan selama berjam-jam. Ini ditambah dengan bangkitnya anak-anak muda
yang berani mengambil keputusan untuk berdoa lebih dari satu jam setiap hari.
• Radikal
dalam Membayar Harga. Bangkitnya anak-anak muda yang berani
membayar harga, tidak peduli berapa pun itu. Beberapa dianiaya oleh orang tua
yang belum mengerti. Ada yang dipukuli dan dikejar dengan benda tajam, namun
tetap memilih untuk mengikut Tuhan. Beberapa anak muda karena pelayanan,
diancam oleh ayahnya untuk diputuskan biaya hidupnya, namun itu tidak
menggoyahkan kesetiaan mereka kepada Tuhan. Mereka tetap mengasihi, serta
mendoakan orang tuanya sampai bertobat dan mengalami lawatan Tuhan. Anak-anak
muda yang melayani gelandangan dan narapidana bahkan berani menyediakan rumah
penampungan, tinggal bersama mereka, serta melayani mereka meskipun beberapa
kali mengalami ancaman kekerasan ketika terpaksa harus melerai
perkelahian antar geng yang menggunakan senjata tajam.
• Radikal
dalam Kekudusan Hidup. Bangkitnya anak-anak muda yang memiliki
komitmen dari hal-hal sederhana seperti tidak menyontek lagi. Kemudian
munculnya generasi yang bertekad untuk hidup kudus dalam pergaulan antar lawan
jenis, memutuskan untuk menjaga kesucian pernikahan, serta hidup berbeda dari
anak-anak muda pada umumnya yang hidup bebas.
• Radikal
dalam Memberitakan Injil. Banyak anak muda mendatangi taman-taman
kota di Bandung, tempat para gelandangan, pencuri, dan bahkan tempat-tempat
rawan seperti markas para perampok berkumpul untuk memberitakan Kabar Baik
kepada mereka. Bertahun-tahun tempat-tempat seperti ini terus dilayani secara
teratur oleh anak-anak muda yang sudah diubahkan oleh Kristus.
• Radikal
dalam Memberikan Waktu untuk Pelayanan. Di tengah-tengah
kesibukan belajar, selalu ada komitmen untuk melayani persekutuan, pemuridan,
evaluasi pelayanan minggu, kunjungan dan beritakan Injil, serta berdoa bersama.
Semua dilakukan paling tidak seminggu sekali. Dapat dikatakan setiap pekerja,
dalam setiap minggu pasti terlibat pelayanan rutin minimal empat sampai lima
kali. (hal. 23-26), dikutip persis sesuai buku aslinya).
RADIKALISME kaum Kristen di Indonesia ini juga diwujudkan dalam sejumlah puisi dan lagu. Satu diantaranya berbunyi sebagai berikut:
“Slamatkan Indonesia”
Trimakasih Tuhan untuk negeri tercinta
Trimakasih Tuhan untuk Indonesia
Trimakasih
Hatiku bersyukur padaMu Tuhanku
Indonesia membutuhkanMu Yesus
Indonesia nantikan curahan RohMu
Indonesia rindu kemuliaanMu
Inilah doaku…
Inilah doaku…
Slamatkan Indonesia, slamatkan Indonesia,
Slamatkan Indonesia
Itulah kerinduanku.
RADIKALISME kaum Kristen di Indonesia ini juga diwujudkan dalam sejumlah puisi dan lagu. Satu diantaranya berbunyi sebagai berikut:
“Slamatkan Indonesia”
Trimakasih Tuhan untuk negeri tercinta
Trimakasih Tuhan untuk Indonesia
Trimakasih
Hatiku bersyukur padaMu Tuhanku
Indonesia membutuhkanMu Yesus
Indonesia nantikan curahan RohMu
Indonesia rindu kemuliaanMu
Inilah doaku…
Inilah doaku…
Slamatkan Indonesia, slamatkan Indonesia,
Slamatkan Indonesia
Itulah kerinduanku.
*****
Dalam buku berjudul "Menjadi
Garam Dunia", karya Erich Sunarto, (Jakarta: Pustaka Sorgawi,
2007), juga ditegaskan: “Untuk menuju ke Sorga, tidak ada jalan yang lain,
kecuali melalui Yesus.” (hal. 124). Dengan semangat itulah, kaum Kristen
Radikal ini berusaha mewujudkan tekadnya untuk mengkristenkan Indonesia. Para
misionaris bersama dengan para penjajah Portugis dan Belanda telah
beratus-ratus tahun berusaha untuk mengkristenkan Indonesia, dengan berbagai
cara. Karena kaum misionaris menganggap misi mereka sebagai misi
suci, maka mereka tidak pernah berhenti dari upayanya.
Bahkan, melalui buku Kami Mengalami Yesus di Bandung,
kita melihat, bagaimana kuatnya semangat dan kebanggaan mereka sebagai kaum
Kristen yang pantang menyerah untuk mengkristenkan Indonesia. Mereka
bersemangat mengorbankan tenaga, pikiran, waktu, dan harta demi tegaknya misi
Kristen di Nusantara ini. Mereka dengan bangganya mengumumkan corak beragama
yang RADIKAL dalam berbagai hal.
Umat Islam Indonesia tentu memahami benar semangat dan
gerakan kaum misionaris Kristen ini. Tujuan mereka sudah jelas: mengubah
Indonesia yang mayoritas Muslim menjadi Kristen. Dalam buku berjudul "Jadikan Sekalian Bangsa BersukaCita! Sepremasi Allah
dalam Misi", karya John Piper (Bandung: Lembaga Literatur
Baptis, 2003), dikatakan:
“Bisakah alam semesta dan agama-agama lain menuntun
orang-orang kepada hidup yang kekal dan kepada sukacita bersama Allah? Jawaban
Alkitabiahnya: Tidak bisa! Menarik sekali, sejak penjelmaan Anak Allah dalam
Perjanjian Baru, semua iman yang menyelamatkan harus terpusat kepada-Nya.
Sebelum Kristus, kaum Israel memfokuskan imannya pada janji-janji Allah (Roma
4:20). Dan bangsa-bangsa berjalan menurut jalannya masing-masing (Kisah Para
Rasul 14:16. Masa-masa itu disebut “zaman kebodohan”. Tetapi sekarang, sejak
kedatangan Anak Manusia ke dalam dunia, Kristus menjadi pusat misi gereja.
Tujuan Misi ialah “menuntun semua bangsa, supaya mereka percaya dan taat kepada
Nama-Nya” (Roma 1:5).” (hal. 355).
Sebagai Muslim kita patut mengagumi semangat para
misionaris Kristen tersebut. Tetapi, kaum misionaris Kristen juga perlu
memahami, bahwa dalam pandangan agama Islam, kemurtadan adalah dosa besar.
Meninggalkan keyakinan Islam (murtad) sama artinya dengan menghancurkan seluruh
fondasi amal perbuatan.
Karena itu, murtad adalah sebuah kejahatan serius
dalam pandangan Islam.
Para santri di pondok-pondok pesantren biasanya sangat
akrab dengan Kitab Sullamut Tawfiq karya Syaikh Abdullah bin Husain bin Thahir
bin Muhammad bin Hasyim. Kitab ini termasuk yang mendapatkan perhatian serius
dari ulama besar asal Banten, Syeikh Nawawi al-Bantani, sehingga beliau
memberikan syarah atas kitab yang biasanya dipasangkan dengan Kitab Safinatun Najah. Dalam kitab inilah,
sebenarnya umat Islam diingatkan agar menjaga Islamnya dari hal-hal yang
membatalkannya, yakni murtad (riddah). Dijelaskan juga dalam kitab ini, bahwa
ada tiga jenis riddah, yaitu murtad dengan
I’tiqad, murtad dengan lisan, dan
murtad dengan perbuatan.
Masalah kemurtadan ini perlu mendapatkan perhatian
serius dari setiap Muslim, sebab ini sudah menyangkut aspek yang sangat
mendasar dalam pandangan Islam, yaitu masalah iman. Dalam pandangan Islam, murtad (batalnya keimanan) seseorang, bukanlah
hal yang kecil. Jika iman batal, maka hilanglah pondasi keislamannya. Ia
menjadi kafir, yang di dalam al-Quran diberikan predikat ”seburuk-buruknya
makhluk” (QS al-Bayyinah). Banyak ayat al-Quran yang menyebutkan bahaya
dan resiko pemurtadan bagi seorang Muslim.
”Barangsiapa yang murtad di antara kamu
dari agamanya, lalu Dia mati dalam kekafiran, Maka mereka Itulah yang sia-sia
amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka Itulah penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya.” (al-Baqarah:217). “Dan orang-orang kafir amal-amal mereka
adalah laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air oleh
orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu Dia tidak
mendapatinya sesuatu apapun. dan didapatinya (ketetapan) Allah disisinya, lalu
Allah memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah
sangat cepat perhitungan-Nya.” (an-Nur:39).
Karena itulah, jika kita telaah, selama ratusan tahun
– meskipun sudah disokong kekuatan kolonial -- misi Kristen di Indonesia
membentur tembok yang sangat kokoh. Dalam al-Quran disebutkan, bahwa Allah
murka, karena dituduh punya anak. “Dan mereka berkata: “Tuhan Yang Maha Pemurah
mengambil (mempunyai) anak. Sesungguhnya kamu telah mendatangkan sesuatu
perkara yang sangat mungkar, hampir-hampir langit pecah karena ucapan itu dan
bumi terbelah dan gunung-gunung runtuh, karena mereka menuduh Allah Yang Maha
Pemurah mempunyai anak.” (QS Maryam:88-91).
Mohammad Natsir, tokoh Islam Indonesia dan salah satu
Pahlawan Nasional, pernah menyampaikan pesan tegas kepada kaum Kristen:
“Hanya satu saja permintaan kami: Isyhadu bi-anna muslimun. Saksikanlah dan
akuilah kami ini adalah Muslimin. Yakni orang-orang yang sudah memeluk agama
Islam. Orang-orang yang sudah mempunyai identitas-identitas Islam. Jangan
identitas kami saudara-saudara ganggu, jangan kita ganggu mengganggu dalam soal
agama ini. Agar agama jangan jadi pokok sengketa yang sesungguhnya tidak
semestinya begitu…. Kami umat Islam tidak apriori menganggap musuh terhadap
orang yang bukan Islam. Tetapi tegas pula Allah SWT melarang kami bersahabat
dengan orang-orang yang mengganggu agama kami, agama Islam. Malah kami akan
dianggap dhalim bila berbuat demikian… sebab kalaulah ada sesuatu harta yang
kami cintai lebih dari segala-galanya itu ialah agama dan keimanan kami. Itulah
yang hendak kami wariskan kepada anak cucu dan keturunan kami. Jangan tuan-tuan
coba pula untuk memotong tali warisan ini.” (Dikutip dari Pengantar Prof. Umar
Hubeis untuk buku Dialog Islam dan Kristen karya Bey Arifin, (Surabaya: Pustaka
Progresif, 1983). Semoga kita bisa mengambil hikmah… Amin. (Depok, 23 Desember
2011).
Penulis adalah dosen Pasca Sarjana Universitas Ibn Khaldun Bogor
0 komentar:
Posting Komentar