Abu
Ayyub al-Ansari berasal dari Bani an-Najjar, Ia mendapatkan
kehormatan menjadi tuan rumah Rasulullah ketika Nabi Muhammad SAW hijrah dari Mekkah ke Madinah. Ia mengikuti
setiap pertempuran dalam membela Islam. Sampai pada
zaman Muawiyah bin Abu Sufyan, Ia ikut
bertempur melawan kekaisaran Romawi. Ia dimakamkan di Konstantinopel. Pada zaman
pemerintahan Muhammad al-Fatih memerintah Kesultanan Utsmaniyah, Ia dijadikan idola sebagai pahlawan
yang membebaskan kota Konstantinopel.
Saat
Nabi Muhammad Saw berhijrah ke Madinah, beliau Saw disambut oleh penduduk
Madinah dengan meriahnya, ya memang sosok Rasulullah Saw sudah sangat
diidolakan oleh kaum muslimin di Madinah, semua penduduk Madinah membuka pintu
dan berharap Rasulullah bersedia tinggal di rumahnya, bahkan para pemimpin
Madinah pun sampai berlutut memohon kepada Beliau Saw, agar mau tinggal di
rumah mereka. Namun Rasul saw bersabda “ Biarlah untaku ini berjalan sesuai
kehendaknya dan berhenti dimana pun maka di sanalah saya akan tinggal, karena
unta ini Insya Allah telah mendapat bimbingan Allah SWT dalam tiap langkahnya”.
Akhirnya unta Nabi Saw berhenti di rumah seorang laki-laki tua bernama Abu
Ayyub Al Anshari, lalu beliau pun tinggal untuk sementara waktu di sana. Betapa
senangnya Abu Ayyub Al Anshari, karena Nabi Besar Saw mau tinggal di rumahnya
yang sederhana, maka dia menyiapkan kamar di lantai atas agar Nabi Muhammad
tinggal di sana, namun Nabi Saw tidak mau, dengan alasan agar mudah menerima
tamu, sehingga Nabi Saw memilih tinggal di kamar tamu lantai bawah.
1.
JANJI NABI MUHAMMAD SAW, MEMBANGKITKAN JIWA MUDA ABU AYYUB
AL-ANSHARI.
Dalam
suatu riwayat yang mutawatir ( kebenarannya sangat mutlak ) dituturkan oleh
Imam Ahmad, dikisahkan Nabi Muhammad dan para sahabatnya duduk dan mengaji,
saat itu Beliau Nabi Saw tiba-tiba ditanya tentang kota manakah yang akan
takluk terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma, lalu Rasulullah Saw menjawab “Madinnati
Hirokla taftahu awalan yakni Kustontiniat”, artinya kotanya kaisar
Heraklius yang akan ditaklukan terlebih dahulu yaitu Konstantinopel, lalu Nabi
Saw meneruskan Hadisnya “Lataftakhanal Kustontiniat, fa la ni’mal amiru
amiruha, wa la ni’mal jaizu zdalika jaiz”, Konstantinopel pasti kalian
taklukan, sehebat-hebatnya panglima perang adalah panglima perangnya dan
seistimewa-istimewa pasukan adalah pasukan itu, HR. Ahmad. Rasul saw juga
menggambarkan bahwa penakluk Konstantinopel adalah seorang laki-laki dengan
pasukan yang istimewa.
Saat
mendengar penjelasan dari Nabi Muhammad Saw tentang Konstantinopel, Abu Ayyub
Al Anshari seakan mendapatkan sesuatu di jiwanya, dia merasa seakan-akan waktu
diputar mundur puluhan tahun ke belakang, seakan dia kembali menjadi pemuda dua
puluhan tahun, seakan jiwa remaja belasan tahun bangkit dan bergejolak di
dadanya. Saat itu juga Anu Ayyub al-Anshari bertekad untuk menjadi
sehebat-hebatnya panglima perang dan menaklukkan Konstantinopel
Maka
dalam setiap pertempuran baik melawan kafir Quraisy maupun Romawi, Abu Ayyub
tidak pernah ketinggalan, dia bahkan hampir saja syahid ketika terjadi perang
Mut’ah, saat 3000 pasukan muslim menghadapi 100000 pasukan Romawi di wilayah
Palestina.
2.
PEMAHAMAN ABU
AYYUB AL-ANSHARI
Abu
Musa adalah seorang ahli hukum yang cerdas dan berpikiran sehat, yang mampu
mengerahkan perhatian mencapai kunci dan
pokok persoalan, dan gemilang dalam berfatwa Sehingga ada yang berkata,
"Qadhi atau hakim umat ini ada empat orang; Umar Bin Khatab, Ali Bin Abi
Thalib, Zaid bin Tsabit, dan Abu Ayyub al-Anshari." Di arena peperangan,
Abu Musa Al-Asy'ari memikul tanggung jawab dengan penuh keberanians, hingga
Rasulullah SAW pernah berkata mengenai dirinya, "Pemimpin dari orang-orang
berkuda adalah Abu Musa."
Dalam medan tempur melawan imperium Persia, Abu Musa Al-Asy'ari mempunyai saham dan jasa besar. Bahkan dalam pertempuran di Tustar, yang dijadikan Hurmuzan sebagai benteng pertahanan terakhir, Abu Musa Al-Asy'ari menjadi pahlawan dan bintang lapangan. Adapun dalam pertentangan dengan sesama Muslim, ia mengundurkan diri dan tak ingin terlibat di dalamnya. Pendiriannya ini jelas terlihat dalam perselisihan antara Ali dan Muawiyah.
Abu Musa Al-Asy'ari adalah orang kepercayaan dan kesayangan Rasulullah SAW, juga menjadi kepercayaan dan kesayangan para khalifah dan sahabat-sahabatnya. Ketika Rasulullah masih hidup, beliau mengangkatnya bersama Mu'adz bin Jabal sebagai penguasa di Yaman. Dan setelah Rasulullah wafat, ia kembali ke Madinah untuk memikul tanggungjawab dalam jihad besar yang sedang dijalani oleh tentara Islam melawan Persia dan Romawi. Pada pemerintahan Umar bin Al-Khathab, ia diangkat sebagai gubernur di Bashrah. Sedangkan Khalifah Utsman bin Affan menunjuknya sebagai gubernur di Kufah.
Abu Musa termasuk ahli Al-Qur'an; menghapal, mendalami dan mengamalkannya. Di antara ucapan-ucapannya yang memberikan bimbingan mengenai Al-Qur'an itu ialah, "Ikutilah Al-Qur'an dan jangan kalian berharapakan diikuti oleh Al-Qur'an!" Ia juga termasuk ahli ibadah yang tabah. Pada waktu siang di musim panas—yang panasnya menyesakkan nafas—tidak menghalanginya untuk berpuasa. "Semoga rasa haus di terik siang ini akan menjadi pelepas dahaga bagi kita dihari kiamat nanti,"ujarnya”.
Di hari yang cerah, ajal pun menjemputnya. Wajahnya menyinarkan cahaya cemerlang, wajah seorang yang mengharapkan rahmat dan pahala Allah. Kalimat yang selalu diulang-ulang dan menjadi buah bibirnya sepanjang hayatnya adalah kalimat yang juga menjadi buah bibirnya ketika menghadap Ilahi. "Ya Allah, Engkaulah Maha Penyelamat, dan dariMu lah kumohon keselamatan.".
oleh: Fadlan Tamim
1 komentar:
ouh jadi gtu yahhh...
alhamdulillah saya jadi tau
Posting Komentar