Tafsir Ayat-Ayat
Da’wah
(QS. At-Taubah: 112
dan QS. An-Nahl:125)[1]
Muqaddimah
Segala puji hanya milik Allah, Tuhan Semesta Alam. Saya bersaksi bahwa tidak ada
Tuhan selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusannya. Ya
Allah, berilah salawat kepadanya, kesehjateraan serta keberkatan untuk mseluruh
hamba-Mu yang meneruskan risalah yang Engkau amanatkan, dan mengamalkan
sunnahnya. Amiin ya Rabbal ‘alamin.
Tafsir At-Taubah:112.[2]
التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ
الْحَامِدُونَ السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ الْآَمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ
وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ
(112)
(Mereka itu adalah) orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji
(Allah), yang mengembara, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat
kebaikan dan mencegah dari (berbuat) munkar dan yang memelihara hukum-hukum
Allah. Gembirakanlah orang-orang mukmin itu. (QS At- Taubah (9)112).
Segala orang yang bertobat,segala orang yang beribadat, segala orang yang
memuji Allah, segala orang yang melakukan perlawatan, segalaa orang yang rukuk,
segala orang yang sujud, segala orang yang menyuruh yang makruf, segala
orang yang mencegah yang munkar, dan segala orang yang memelihara
syariat-syariat dan hukum-hukum Allah; dan gembirakan lah segala para mukmin.
TAFSIR
Innallaahaasy taraa minal mu’miniina anfusahum wa amwaalahum bi anna
lahumul jannata= Bahwasannya Allah telah membeli dari
orang-orang mukmin diri-diri mereka dan harta-harta mereka dengan memberikan
kepada mereka syurga. Allah membeli dari para mukmin jiwa-jiwa mereka yang
Allah sendiri yang menjadikannya dan harta-harta mereka yang Allah sendiri
merezekikan-Nya dengan imbalan syurga yang khusus bagi mereka.
Yuqaatiluuna fii sabillilaahi fa yaqtaluuna wa yuqtaluuna= Mereka berperang dijalan Allah, lalu mereka
membunuh dan dibunuh. Mereka menjual diri-diri mereka dan harta-harta mereka
dengan syurga sebagai bayarannya, ialah dengan jalan mereka berperang dijalan
Allah dengan memberikan jiwa dan harta, membunuh musuh dan memperoleh
kemenangan, atau syahid dijalan Allah.
Wa’dan ‘alaihi haqqan fit tauraati wal injili wal qur-aani= sebagai janji yang telah Allah tetapkan, lagi hak, didalam at-Taurat, al-Injil, dan al-Quran. Allah telah berjanji akan memberikan syurga
kepada mereka dan menjadikan hak yang ditetapkan di dalam at-Taurat, al-Injil, dan al-Quran. Jika janji ini pada masa sekarang ini tidak kita dapati didalam at-taurat,
dan injil, karena naskah-naskah tersebut telah banyak yang hilang dari
pengikut-pengikutnya dan banyak pula isi yaurat dan injil itu yang dirubah oleh
mereka.[3]
Wa man aufaa bi’ahdihii minallaahi= dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Tak ada seorangpun yang lebih menepati janji dan yang lebih benar dalam
memenuhi janjinya selain Allah. tidak ada sesuatupun yang melemahkan Allah
untuk memenuhi janji-Nya. Dia telah berjanji akan memberikan syurga
kepada orang-orang yang berjihad di jalan-Nya.
Fas tabsyruu bi bai’ikumul ladzii
baaya’tum bihii= maka bergembiralah kamu dengan penjualanmu
yang telah kamu lakukan. Oleh karena itu bergembiralah kamu dengan syurga yang
kamu peroleh itu sebagai suatu pemberian Allah dan kaunia-Nya terhadap kerelaan
mu menjual dirimu dan hartamu kepada Allah.
Wa dzaalika huwal fauzul ‘azhiim= Dan itulah kemenangan yang besar. Itulah kemenanagn yang terbesar yang tak ada kemenangan yang lebih besar
dari padannya.
At taa-ibuuna= Segala orang yang bertaubat. Mukmin yang sempurna, yang rela menjual diri mereka dan harta mereka dengan
syurga, adalah mereka-mereka yaang bertobat dengan tobat yang suci bersih dari
segala dosa, kecil ataupun besar. Tobat orang kafir adalah dengan jalan
meninggalkan kekafirannya dan memeluk agama Islam. Tobat orang munafik adalah dengan jalan meninggalkan kemunafikannya.
Tobat orang durhaka yakni yaang mengerjakan maksiat dengan menyesali segala apa
yang telah ia kerjakan dan menguatkan kemauan untuk tidak kembali lagi kepada
perbuatan seperti itu, seperti tobat orang tidak pergi ke peperaangan tabuk.
Tobat orang yang tidak sempurna
mengerjakan kebajikan adalah dengan menyempurnakan kebajian daan
menambah-nambahkannya. Tobat orang yang lalai hatinya dari mengingat Tuhan
adalah dengan membanyakan zikir dan syukur.
Al ‘aabiduuna= Segala orang yang beribadat. Segala mereka yang mengikhlaskannya hatinya kepada Allah dalam segala
ibadat dan mualamat mereka, mereka tidak takut dengan siapapun melainkan
kepada Allah dan mereka tidak mengharap
kepada siapapun melainkan kepada Allah sendiri demikian juga mereka tiada
memohon melainkan kepada Allah dan tidak mendekatkan diri selain kepada-Nya.
Al haamiduuna= Segala orang yang memuji Allah. Segala mereka yang memuji Allah, baik dalam masa suka maupun dalam masa
duka. Segala apa yang menimpa kita adalah dengan qadha Allah dan qadhar-Nya juga.
Diriwayatkan dari Aisyah ra, katanya: “adalah Nabi Saw, apabila datang
kepadanya suatu yang segala puji
kepunyaan Allah yang dengan nikmatnyalah
dapat sempurna segala kebaikan’ dan apabila daatang kepadanya suatu yang yidak menyenangkan, beliau
mengucapkan ‘Al hamdulillaahi ‘alaa kulli haalin= Segala
puji kepunyaan Allah dalam segenap keadaan’.
As-Saa-ihuuna= Segala orang yang melakukan perlawatan. Segala yang mereka lakukan perlawan untuk sesuatu maksud yang benar,
seperti mencari ilmu yang berguna baginnya, baik di duniannya ataupun di
akhiratnya, atau berguna bagi kaumnya dan ummatnya, atau untuk menyelidiki
keadaan alam dan keadaan bangasa-bangsa untuk mengambil pengajaran. Ada yang berkata, bahwa yang dikehendaki dengan orang yang melawat di sini,
ialah orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadhan. Demikianlah makna yang
diberikan oleh al-Hasanu ‘Ibisri.
Ar raaki’uunas saajidu= Segala orang yang ruku’, segala orang
yang sujud. Segala mereka yang ruku’ dan sujud dalam
shalat. Dikhususkan ruku’ dan sujud
dalam sebutan disini, adalah karena ruku’ dan sujud itu bukti yang nyata
untuk memperhambakan diri kepadaa Allah.
Al aamiruuna bil ma’ruufi wan naahuuna
‘anil munkari= Segala orang yang menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah kepada yang munkar. Segala mereka yang menyeru manusia
kepada iman dan pekerjaan-pekerjaan kebajikan serta mencengah manusia dari syirik dan segala rupa kemaksiatan.[4]
Wal haafizhuuna li huduudillaahi= Dan segala orang yang memelihara syariat-syariat dan hukum-hukum Allah. Segala mereka yang memelihara syariat dan hukum-hukum Allah yang
mnencangkup segala yang wajib atas masing-masing orang dan wajib atas
masyarakat, baik secara wajib “wajib ‘aini” maupun secara “wajib kifa-i”.
Dengan ayat ini Allah menerangkan sembilan sifat yang dimiliki oleh mukmin-mukmin yang sempurna, yang rela
menjual dargi dan harta untuk memperoleh surga.
Wa basysyiril mu’minin= Dan gembiralah segala para mukmin. Gembiralah wahai para Rasul segala orang mukmin yang bersifat dengan
sifat-sifat ini bahwa meeka akan memperoleh kebajikan dunia dan kebajikan
akhirat. Kesimpulan dalam ayat-ayat ini Allah Swt menerangkan
keadaan orang-orang mukmin yang mencapai puncak kesempurnaan
Sebab turun ayat.
Diriwayatkan oleh al-Qurthubi, bahwasanya ayat ini turun mengenai ba’iat Aqabah
Kubra, yang dihadiri oleh 72 orang Anshar. Mereka berkumpul di sisi Aqabah dihadapan Rasul. Maka berkatalah Abdullah ibn Rawahah kepada Nabi:
“Buatlah syarat untuk Tuhan engkau dan untuk diri engkau apa yang engkau
kehendaki”. Mendengar ini Nabi pun berkata: “Saya mensyaratkan untuk
Tuhanku supaya kamu menyembah-Nya dengan tidak mempersekutukan dengan-Nya
sesuatu. Dan saya syaratkan untuk diriku, supaya kamu membela diriku sebagai kamu
membela jiwa dan hartamu sendiri”. Para Anshar berkata: “Apa yang kami
peroleh jika kami lakukan yang demikian?” jawab Nabi: “Surga”. Mendengar itu dengan serentak mereka berkata:
“Sungguh kita memperoleh untung yang banyak
dari penjualan ini”. Berkenan dengan itu turunlah ayat ini.[5]
Tafsir
An-Nahl:125.[6]
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ
إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ(125)
Serulah
(manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan
bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih
mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih
mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS. An Nahl (16)125).
Allah Swt menyuruh Rasulullah Saw. Agar mengajak mahluk kepada Allah dengan
hikmah, yakni dengan berbagai larangan dan perintah yang terdapat di dalam
Al-Kitab dan As-Sunnah, agar mereka waspada terhadap siksa Allah. Firman allah,
“Dan bantalah mereka dengan cara yang baik,” berdialoglah dengan mereka dengan
lembut, halus, dan sapaan yang sopan, sebagaiman hal inipun diperintahkan Allah
kepada Musa dan Harun tatkala diutus menghadap Firaun, seperti difirmankan,
‘Maka berbicaralah kamu berdua dengannya dengan kata-kata yang lemah lembut,
mudah-mudahan dia ingat atau takut.” (Thaha:44)
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang
tersesat dari jalan-Nya,” yakni Dia mengetahui siapa yang diantara mereka dan siapa yang baahagia.
Keduannya telah ditetapkan di sisinya dn telah seleai pemutusannya. Serulah
meeka kepada Allah Ta’ala, janganlah kamu berrsedih lantaran mereka, sebab
menunjukan mereka bukanlah tugasmu hanyalah pemberi peringatan dan peenyampai
risalah, dan Kamilah yang menilainya.
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama
dengan siksaan yang ditimpakan kepamu.” Allah Ta’ala menyuruh berlaku adil dalam hal qishash dan kesepadanan dalam
meminta hak. Yakni, jika salah seorang di antara kamu mengambil haknya, maka
ambillah dengan kadar yang sama. Demikian ditafsirkan Ibnu Sirin dan selainnya,
juga dikemukakan oleh Ibnu Zaid. Mereka diperintah memaafkan kaum musyrikin.
Setelah dimaafkan, maka masuk Islamlah orang-orang yang gagah, lalu mereka
berkata, “ Ya Rasulullah, jika Allah mengizinkan, niscaya kami akan menuntut
hak dari anjing-anjing itu.” Maka diturunkanlah ayat di atas. Selanjutnya
ayat ini dinasakh dengan ayat jihad.
Abdullah bin Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad
Ahmad dari ubay bin Ka’ab, (528)
“Pada perang Uhud gugurlah 60
orang Anshar dan 6 orang Muhajirin. Maka para sahabat Rasulullah berkata, ‘Jika
kita memiliki peluang seperti ini terhadap kaum musyrikin, niscaya kami akan
membalasnya dengan berlaku sadis.’ Maka dalam peristiwa fathu Mekah seorang
berkata, ‘Mulai hari, tidak akan dikenal lagi suku Quraisy. ‘Maka seorang
berseru, ‘Rasulullah saw. Telah menjamin keselamatan orang yang berkulit putih
dan hitam, kecuali si fulan daidakn si fulan. ‘ Disebutkan beberapa orang. Lalu
Allah Ta’ala menurunkan ayat, ‘Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah
dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu........’
Hingga akhir surat. Kemudian Rasulullah saw. Bersabda, ‘Kami memilih bersabar
dan tidak akan membalas menyiksamu.” (HR Ahmad)
Hal ini senada dengaan firman Allah, “Maka barang siapa yang memaafkan dan
berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah,” (Asy-Syura:40) Kemudian
Allah Ta’ala berfirman, “Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah
yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar,”
Firman Allah, “Bersabarlah dan
tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah” menguatkan
perintah bersabar dan memberitahukan bahwa kesanaran tidak akan diraih dengan
kehendak Allah, pertolongan-Nya, daya-Nya, dan kekuatan-Nya.
Allah berfirman,”Dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka,” terhadap orang yang tidak
sejalan denganmu, karena Allah telah menakdirkan hal demikian. “Dan janganlah
kamu bersempit dada,” yakni sedih dan bingung, “terhadap apa yang mereka
tipudayakan,” yakni terhadap usaha mereka untuk memusuhimu dan menimpakkan
keburukan kepadamu, karena sesungguhnya Allah akan mencukupimu, menolongmu,
membantumu, mendukungmu, dan memberimu kemenangan atas mereka.
Firman Allah Swt, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang taqwa dan orang-orang
yang berbuat kebaikan” melalui bantuan dan pertolongan-Nya. Inilah kebersamaan
Allah yang spesial seperti ditegaskan dalam ayat lain, “Ingatlah ketika Tuhanmu
mewahyukan kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka
teguhkanlah pendirian orang-orang yang beriman.” (Al-Anfal:12) Adapun
kebersamaan yang umum ialah nerupa pendengaran, pemglihatan, dan pengetahuan
Allah atas makhluk-Nya, sebagaimana Firman Allah Ta’ala, ”Dan Dia menyertai kamu dimana pun kamu berada. Dia Maha Melihat atas apa
yang kamu kerjakan.” (Al-Hadid:4) Dan seperti Firman
Allah Ta’ala, “Tidakkah bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang di
langit dan apa yang di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang
melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tiada pembicaraan antara lima orang
melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tiada pula pembicaraan antara jumlah yang
kurang dari itu atau lebih banyak melainkan dia ada bersama mereka di mana pun
mereka berada.” (al-Mujadilah: 7).
Firman Allah, “orang-orang yang
bertaqwa,” yaitu mereka yang meninggalkan apa yang diharamkan, “dan
orang-orang yang berbuat kebaikan,” yakni melakukan aneka ketaatan, maka mereka
dijaga Allah dan ditolong-Nya dalam menghadapi musuh-musuhnya.
Demikianlah tafsir Ibnu Katsier dalam surat an-Nahl. Kepunyaan Allahlah segala puja dan karunia. Semoga Allah
melimpahkan rahmat-Nya dan kesejahteraan yang banyak kepada Nabi saw, keluarga,
dan sahabatnya[7].
An-Nahl:125 dalam Tafsir HAMKA
“Serulah kepada
jalan Tuhanmu engkau dengan bijaksana dan pengjaran yang baik, dan bantalah
mereka dengan cara yang lebih baik”. Ayat ini adalah mengandung ajaran kepada
Rasulullah saw. Tentang cara melancarkan da’wah, atau seruan terhadap manusia
agar mereka berjalan diatas jalan Allah (Sabilillah). Atau Shirathal
Mustaqim, atau Dinul Haqqu, agama yang benar. Nabi saw
memegang tampuk pimpinan dalam melakukan da’wah itu. Kepadannya dituntunkan
Oleh Tuhan bahwa di dalam melakukan da’wah hendaklah memakai tiga macam cara
atau tiga tingkat cara. Pertama, Hikmah (kebijaksanaan). Yaitu dengan secara bijaksana, akal budi
yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih menarik perhatian orang pada
agama, atau kepada kepercayaan kepada Tuhan. Contoh-contoh kebijaksanaan itu
selalu pula ditunjukkan Tuhan.
Kata “Hikmat” itu
kadang-kadang diartikan orang dengan Filsafat. Padahal dia adalah inti yang
lebih halus dari filsafat. Filsafat hanya dapat difahamkan oleh orang yang
lebih terlatih fikirannya dan tinggi pendapat logikanya. Tetapi Hikmat dapat
menarik orang yang belum maju kecerdasannya dan tidak dapat dibantah oleh orang
yang lebih pintar. Kebijaksanaaan itu bukan saja dengan ucapan mulut, melainkan
termasuk juga dengan tindakan dan sikap hidup. Kadang-kadang lebih berhikmat
“diam” daripada “berkata”.
Yang kedua
ialah Al-Mau’idzatul hasanah,
yang kita artikan pengajaran yang baik, atau pesan-pesan yang baik, yang
disampaikan sebagai nasihat. Sebagai pendidikan dan tuntunan sejak kecil. Sebab
itu termasuklah dalam bidang “Al-Mau’idzhatul
Hasanah”, pendidikan ayah-bunda dalam rumah tangga kepada anak-anaknya,
yang menunjukkan contoh beragama dihadapan anak-anaknya, sehingga menjadi
kehidupan mereka pula. Termasuk juga pendidikan dan pengajaran dalam
perguruan-perguruan. Pengajaran-pengajaran yang baik lebih besar kepada
kanak-kanak yang belum ditumbuhi atau belum diisi lebih dahulu oleh
ajaran-ajaran yang lain.
Yang ketiga
ialah “Jaadilhum billatii hiya ahsan”,
bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Kalau telah terpaksa timbul
perbantahan atau pertukaran fikiran, yang di zaman kita ini disebut polemik,
ayat ini menyuruh, agar dalam hal yang demikian, kalau sudah tidak dapat
dielakkan lagi, pilihlah jalan yang sebaik-baiknya. Diantaranya ialah
memperbedakan pokok soal yang tengah dibicarakan dengan perasaan benci atau
sayang kepada pribadi orang yang tengah diajak berbantah. Misalnya seseorang
yang masih kufur, belum mengerti ajaran Islam, lalu dengan sesuka hatinya saja
mengeluarkan celaan kepada Islam, karena bodohnya. Orang ini wajib dibantah
dengan jalan yang sebaik-baiknya, disadarkan dan diajak kepada jalan fikiran
yang benar, sehingga dia menerima. Tetapi kalau terlebih dahulu hatinya
disakitkan, karena cara kita membantah yang salah, mungkin dia enggan menerima
kebenaran, meskipun hati kecilnya mengakui, karena hatinya telah disakitkan.
Ketiga cara
melakukan Da’wah ini, hikmat, mau’idzhah
hasanah dan mujaadalah
billatii hiya ahsan, amatlah diperlukan disegala zaman. Sebab Da’wah
atau ajakan dan seruan membawa ummat manusia kepada jalan yang benar itu,
sekali-kali bukanlah propaganda, meskipun propaganda itu sendiri kadang-kadang
menjadi bagian dari alat Da’wah. Da’wah meyakinkan sedang propaganda atau di’ayah
adalah memaksakan. Da’wah dengan jalan paksa tidaklah akan berhasil
menundukkan keyakinan orang. Apatah lagi dalam hal agama. Al-Qur’an sudah
menegaskan bahwa dalam dalam hal agama sekali-kali tidak ada paksaan. (al-Baqarah ayat 256). Dan diujung ayat ini dengan tegas Allah Swt berfirman: bahwa
urusan memberi orang petunjuk atau menyesatkan orang, adalah hak Allah sendiri:
“Sesungguhnya Tuhan engkau, Dialah yang
lebih tahu siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan Dialah yang lebih tahu siapa
yang mendapat petunjuk.” (ujung
ayat 125)
Demikianlah ayat
ini telah dijadikan salah satu pedoman perjuangan,menegakkan iman dan Islam di
tengah-tengah berbagai ragamnya masyarakat pada masa itu, yang kedatangan Islam
adalah buat menarik dan membawa, bukan mengusir dan mengenyangkan orang. Dan sampai
sekarang, ketiga pokok ini masih tetap terpakai, menurut
perkembangan-perkembangan zaman yang modern..
. Wallahu
A’lam bish as-Shawwab. Ana Mulim qabla kulli syai’in.
[1] . Makalah
ini disampaikan pada mata kuliah Tafsir Ayat-Ayat Da’wah di Sekolah Tinggi Ilmu
Da’wah Moh. Natsir Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia
(DDII) Jakarta.
[2] .
Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy,. Tafsir
Al-Qur’anul Majid An-Nur jilid II, Jakarta, P.T. Pustaka Rizki Putra
Semarang. 1995, Hal 1658-1687.
[3] . Masa Depan Umat Islam dalam Janji Al-Qur’an dalam Jeje
Zaenuddin, Tema-tema Dasar Memahami Islam, Jakarta: Tajdid Press, 2008, hal 49.
[4] .
“Telah
dila’nati orang-orang kafir dari bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera
Maryam. Yang demikian itu, disebabkan karena mereka durhaka dan selalu melampui
batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka
perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat”. (QS.
Al-Maidah:78-79). Kaum muslimin
telah menerima prinsip agung (amar ma’ruf nahi munkar), dan dengannya
mereka telah mengenal tanggung jawab terhadap sesamanya. Mereka menyeru manusia
kepada kebenaran, saling menasehati dan memberikan anjuran. Mereka yang diberi nasehat,
menerima nasehat itu dari penasihat, dengan pernyataan terima kasih dan dengan
hati yang tenteram. Oleh karena itu luweslah segala urusan mereka, dan majulah
kehidupan mereka bahkan menjadi kuat dan mulia. Untuk lebih jelasnya silakan
lihat pula: Mahmud Syaltut, Tafsir Al-Qur’anul Karim, Bandung: CV Diponegoro,
1989, Hal 269.
[5] . Qomaruddin Shaleh (ed), Asbabun Nuzul: Latar Belakang
Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an, Bandung: CV Diponegoro, 1995.
[7] . Ibnu
Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Al-Qur’anul Adziem,. Jakarta: Gema
Insani Press, 2004, Hlm 1078-1081.
Oleh: Hadi Nur Ramadhan
0 komentar:
Posting Komentar