>
Tafsir Ayat-Ayat Da’wah
(QS. At-Taubah: 112 dan QS. An-Nahl:125)[1]
Muqaddimah
Segala puji hanya milik Allah, Tuhan  Semesta Alam. Saya bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa Nabi Muhammad adalah hamba dan utusannya. Ya Allah, berilah salawat kepadanya, kesehjateraan serta keberkatan untuk mseluruh hamba-Mu yang meneruskan risalah yang Engkau amanatkan, dan mengamalkan sunnahnya. Amiin ya Rabbal ‘alamin.
Tafsir At-Taubah:112.[2]
التَّائِبُونَ الْعَابِدُونَ الْحَامِدُونَ السَّائِحُونَ الرَّاكِعُونَ السَّاجِدُونَ الْآَمِرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَالنَّاهُونَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَالْحَافِظُونَ لِحُدُودِ اللَّهِ وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ (112)
(Mereka itu adalah) orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji (Allah), yang mengembara, yang ruku', yang sujud, yang menyuruh berbuat kebaikan dan mencegah dari (berbuat) munkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Gembirakanlah orang-orang mukmin itu. (QS At- Taubah (9)112).
Segala orang yang bertobat,segala orang yang beribadat, segala orang yang memuji Allah, segala orang yang melakukan perlawatan, segalaa orang yang rukuk, segala orang yang sujud, segala orang yang menyuruh yang makruf, segala orang yang mencegah yang munkar, dan segala orang yang memelihara syariat-syariat dan hukum-hukum Allah; dan gembirakan lah segala para mukmin.
TAFSIR
Innallaahaasy taraa minal mu’miniina anfusahum wa amwaalahum bi anna lahumul jannata= Bahwasannya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri-diri mereka dan harta-harta mereka dengan memberikan kepada mereka syurga. Allah membeli dari para mukmin jiwa-jiwa mereka yang Allah sendiri yang menjadikannya dan harta-harta mereka yang Allah sendiri merezekikan-Nya dengan imbalan syurga yang khusus bagi mereka.
Yuqaatiluuna fii sabillilaahi fa yaqtaluuna wa yuqtaluuna= Mereka berperang dijalan Allah, lalu mereka membunuh dan dibunuh. Mereka menjual diri-diri mereka dan harta-harta mereka dengan syurga sebagai bayarannya, ialah dengan jalan mereka berperang dijalan Allah dengan memberikan jiwa dan harta, membunuh musuh dan memperoleh kemenangan, atau syahid dijalan Allah.
Wa’dan ‘alaihi haqqan fit tauraati wal injili wal qur-aani= sebagai janji yang telah Allah tetapkan, lagi hak, didalam at-Taurat, al-Injil, dan al-Quran. Allah telah berjanji akan memberikan syurga kepada mereka dan menjadikan hak yang ditetapkan di dalam at-Taurat, al-Injil, dan al-Quran. Jika janji ini pada masa sekarang ini tidak kita dapati didalam at-taurat, dan injil, karena naskah-naskah tersebut telah banyak yang hilang dari pengikut-pengikutnya dan banyak pula isi yaurat dan injil itu yang dirubah oleh mereka.[3]
Wa man aufaa bi’ahdihii minallaahi= dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Tak ada seorangpun yang lebih menepati janji dan yang lebih benar dalam memenuhi janjinya selain Allah. tidak ada sesuatupun yang melemahkan Allah untuk memenuhi janji-Nya. Dia telah berjanji akan memberikan syurga kepada orang-orang yang berjihad di jalan-Nya.
Fas tabsyruu bi bai’ikumul ladzii  baaya’tum bihii= maka bergembiralah kamu dengan penjualanmu yang telah kamu lakukan. Oleh karena itu bergembiralah kamu dengan syurga yang kamu peroleh itu sebagai suatu pemberian Allah dan kaunia-Nya terhadap kerelaan mu menjual dirimu dan hartamu kepada Allah.
Wa dzaalika huwal fauzul ‘azhiim= Dan itulah kemenangan yang besar. Itulah kemenanagn yang terbesar yang tak ada kemenangan yang lebih besar dari padannya.
At taa-ibuuna= Segala orang yang bertaubat. Mukmin yang sempurna, yang rela menjual diri mereka dan harta mereka dengan syurga, adalah mereka-mereka yaang bertobat dengan tobat yang suci bersih dari segala dosa, kecil ataupun besar. Tobat orang kafir adalah dengan jalan meninggalkan kekafirannya dan memeluk agama Islam. Tobat orang munafik adalah dengan jalan meninggalkan kemunafikannya. Tobat orang durhaka yakni yaang mengerjakan maksiat dengan menyesali segala apa yang telah ia kerjakan dan menguatkan kemauan untuk tidak kembali lagi kepada perbuatan seperti itu, seperti tobat orang tidak pergi ke peperaangan tabuk. Tobat orang yang  tidak sempurna mengerjakan kebajikan adalah dengan menyempurnakan kebajian daan menambah-nambahkannya. Tobat orang yang lalai hatinya dari mengingat Tuhan adalah dengan membanyakan zikir dan syukur.
Al ‘aabiduuna= Segala orang yang beribadat. Segala mereka yang mengikhlaskannya hatinya kepada Allah dalam segala ibadat dan mualamat mereka, mereka tidak takut dengan siapapun melainkan kepada Allah dan  mereka tidak mengharap kepada siapapun melainkan kepada Allah sendiri demikian juga mereka tiada memohon melainkan kepada Allah dan tidak mendekatkan diri selain kepada-Nya.
Al haamiduuna= Segala orang yang memuji Allah. Segala mereka yang memuji Allah, baik dalam masa suka maupun dalam masa duka. Segala apa yang menimpa kita adalah dengan qadha Allah dan qadhar-Nya juga.
Diriwayatkan dari Aisyah ra, katanya: “adalah Nabi Saw, apabila datang kepadanya suatu yang  segala puji kepunyaan Allah yang dengan nikmatnyalah  dapat sempurna segala kebaikan’ dan apabila daatang kepadanya  suatu yang yidak menyenangkan, beliau mengucapkan ‘Al hamdulillaahi ‘alaa kulli haalin= Segala puji kepunyaan Allah dalam segenap keadaan’.
As-Saa-ihuuna= Segala orang yang melakukan perlawatan. Segala yang mereka lakukan perlawan untuk sesuatu maksud yang benar, seperti mencari ilmu yang berguna baginnya, baik di duniannya ataupun di akhiratnya, atau berguna bagi kaumnya dan ummatnya, atau untuk menyelidiki keadaan alam dan keadaan bangasa-bangsa untuk mengambil pengajaran. Ada yang berkata, bahwa yang dikehendaki dengan orang yang melawat di sini, ialah orang-orang yang berpuasa di bulan Ramadhan. Demikianlah makna yang diberikan oleh al-Hasanu ‘Ibisri.
Ar raaki’uunas saajidu= Segala orang yang ruku’, segala orang yang sujud. Segala mereka yang ruku’ dan sujud dalam shalat. Dikhususkan ruku’ dan sujud  dalam sebutan disini, adalah karena ruku’ dan sujud itu bukti yang nyata untuk memperhambakan diri kepadaa Allah.
Al aamiruuna bil ma’ruufi wan naahuuna  ‘anil munkari= Segala orang yang menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah kepada yang munkar. Segala mereka yang menyeru manusia kepada iman dan pekerjaan-pekerjaan kebajikan serta mencengah manusia dari syirik dan segala rupa kemaksiatan.[4]
Wal haafizhuuna li huduudillaahi= Dan segala orang yang memelihara syariat-syariat dan hukum-hukum Allah. Segala mereka yang memelihara syariat dan hukum-hukum Allah yang mnencangkup segala yang wajib atas masing-masing orang dan wajib atas masyarakat, baik secara wajib “wajib ‘aini” maupun secara “wajib kifa-i”. Dengan ayat ini Allah menerangkan sembilan sifat yang dimiliki  oleh mukmin-mukmin yang sempurna, yang rela menjual dargi dan harta untuk memperoleh surga.
Wa basysyiril mu’minin= Dan gembiralah segala para mukmin. Gembiralah wahai para Rasul segala orang mukmin yang bersifat dengan sifat-sifat ini bahwa meeka akan memperoleh kebajikan dunia dan kebajikan akhirat. Kesimpulan dalam ayat-ayat ini Allah Swt menerangkan keadaan orang-orang mukmin yang mencapai puncak kesempurnaan
Sebab turun ayat.
Diriwayatkan oleh al-Qurthubi, bahwasanya ayat ini turun mengenai ba’iat Aqabah Kubra, yang dihadiri oleh 72 orang Anshar. Mereka berkumpul di sisi Aqabah dihadapan Rasul. Maka berkatalah Abdullah ibn Rawahah kepada Nabi: “Buatlah syarat untuk Tuhan engkau dan untuk diri engkau apa yang engkau kehendaki”. Mendengar ini Nabi pun berkata: “Saya mensyaratkan untuk Tuhanku supaya kamu menyembah-Nya dengan tidak mempersekutukan dengan-Nya sesuatu. Dan saya syaratkan untuk diriku, supaya kamu membela diriku sebagai kamu membela jiwa dan hartamu sendiri”. Para Anshar berkata: “Apa yang kami peroleh jika kami lakukan yang demikian?” jawab Nabi: “Surga”. Mendengar itu dengan serentak mereka berkata: Sungguh kita memperoleh untung yang banyak dari penjualan ini”. Berkenan dengan itu turunlah ayat ini.[5]
Tafsir An-Nahl:125.[6]
ادْعُ إِلَى سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ(125)
            Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS. An Nahl (16)125).
Allah Swt menyuruh Rasulullah Saw. Agar mengajak mahluk kepada Allah dengan hikmah, yakni dengan berbagai larangan dan perintah yang terdapat di dalam Al-Kitab dan As-Sunnah, agar mereka waspada terhadap siksa Allah. Firman allah, “Dan bantalah mereka dengan cara yang baik,” berdialoglah dengan mereka dengan lembut, halus, dan sapaan yang sopan, sebagaiman hal inipun diperintahkan Allah kepada Musa dan Harun tatkala diutus menghadap Firaun, seperti difirmankan, ‘Maka berbicaralah kamu berdua dengannya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia ingat atau takut.” (Thaha:44)
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya,” yakni Dia mengetahui siapa yang  diantara mereka dan siapa yang baahagia. Keduannya telah ditetapkan di sisinya dn telah seleai pemutusannya. Serulah meeka kepada Allah Ta’ala, janganlah kamu berrsedih lantaran mereka, sebab menunjukan mereka bukanlah tugasmu hanyalah pemberi peringatan dan peenyampai risalah, dan Kamilah yang menilainya.
“Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepamu.” Allah Ta’ala menyuruh berlaku adil dalam hal qishash dan kesepadanan dalam meminta hak. Yakni, jika salah seorang di antara kamu mengambil haknya, maka ambillah dengan kadar yang sama. Demikian ditafsirkan Ibnu Sirin dan selainnya, juga dikemukakan oleh Ibnu Zaid. Mereka diperintah memaafkan kaum musyrikin. Setelah dimaafkan, maka masuk Islamlah orang-orang yang gagah, lalu mereka berkata, “ Ya Rasulullah, jika Allah mengizinkan, niscaya kami akan menuntut hak dari anjing-anjing itu.” Maka diturunkanlah ayat di atas. Selanjutnya ayat ini dinasakh dengan ayat jihad.
Abdullah bin Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad Ahmad dari ubay bin Ka’ab, (528)
            “Pada perang Uhud gugurlah 60 orang Anshar dan 6 orang Muhajirin. Maka para sahabat Rasulullah berkata, ‘Jika kita memiliki peluang seperti ini terhadap kaum musyrikin, niscaya kami akan membalasnya dengan berlaku sadis.’ Maka dalam peristiwa fathu Mekah seorang berkata, ‘Mulai hari, tidak akan dikenal lagi suku Quraisy. ‘Maka seorang berseru, ‘Rasulullah saw. Telah menjamin keselamatan orang yang berkulit putih dan hitam, kecuali si fulan daidakn si fulan. ‘ Disebutkan beberapa orang. Lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat, ‘Dan jika kamu memberikan balasan, maka balaslah dengan balasan yang sama dengan siksaan yang ditimpakan kepadamu........’ Hingga akhir surat. Kemudian Rasulullah saw. Bersabda, ‘Kami memilih bersabar dan tidak akan membalas menyiksamu.” (HR Ahmad)
Hal ini senada dengaan firman Allah, “Maka barang siapa yang memaafkan dan berbuat baik, maka pahalanya atas (tanggungan) Allah,” (Asy-Syura:40) Kemudian Allah Ta’ala berfirman, “Akan tetapi jika kamu bersabar, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar,”
            Firman Allah, “Bersabarlah dan tiadalah kesabaranmu itu melainkan dengan pertolongan Allah” menguatkan perintah bersabar dan memberitahukan bahwa kesanaran tidak akan diraih dengan kehendak Allah, pertolongan-Nya, daya-Nya, dan kekuatan-Nya.
Allah berfirman,”Dan janganlah kamu bersedih hati terhadap mereka,” terhadap orang yang tidak sejalan denganmu, karena Allah telah menakdirkan hal demikian. “Dan janganlah kamu bersempit dada,” yakni sedih dan bingung, “terhadap apa yang mereka tipudayakan,” yakni terhadap usaha mereka untuk memusuhimu dan menimpakkan keburukan kepadamu, karena sesungguhnya Allah akan mencukupimu, menolongmu, membantumu, mendukungmu, dan memberimu kemenangan atas mereka.
            Firman Allah Swt, “Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang taqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan” melalui bantuan dan pertolongan-Nya. Inilah kebersamaan Allah yang spesial seperti ditegaskan dalam ayat lain, “Ingatlah ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah pendirian orang-orang yang beriman.” (Al-Anfal:12) Adapun kebersamaan yang umum ialah nerupa pendengaran, pemglihatan, dan pengetahuan Allah atas makhluk-Nya, sebagaimana Firman Allah Ta’ala, ”Dan Dia menyertai kamu dimana pun kamu berada. Dia Maha Melihat atas apa yang kamu kerjakan.” (Al-Hadid:4) Dan seperti Firman Allah Ta’ala, “Tidakkah bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang di langit dan apa yang di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang melainkan Dialah yang keempatnya. Dan tiada pembicaraan antara lima orang melainkan Dialah yang keenamnya. Dan tiada pula pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak melainkan dia ada bersama mereka di mana pun mereka berada.” (al-Mujadilah: 7).
            Firman Allah, “orang-orang yang bertaqwa,” yaitu mereka yang meninggalkan apa yang diharamkan, “dan orang-orang yang berbuat kebaikan,” yakni melakukan aneka ketaatan, maka mereka dijaga Allah dan ditolong-Nya dalam menghadapi musuh-musuhnya.
            Demikianlah tafsir Ibnu Katsier dalam surat an-Nahl. Kepunyaan Allahlah segala puja dan karunia. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya dan kesejahteraan yang banyak kepada Nabi saw, keluarga, dan sahabatnya[7].
An-Nahl:125 dalam Tafsir HAMKA
“Serulah kepada jalan Tuhanmu engkau dengan bijaksana dan pengjaran yang baik, dan bantalah mereka dengan cara yang lebih baik”. Ayat ini adalah mengandung ajaran kepada Rasulullah saw. Tentang cara melancarkan da’wah, atau seruan terhadap manusia agar mereka berjalan diatas jalan Allah (Sabilillah). Atau Shirathal Mustaqim, atau  Dinul Haqqu, agama yang benar. Nabi saw memegang tampuk pimpinan dalam melakukan da’wah itu. Kepadannya dituntunkan Oleh Tuhan bahwa di dalam melakukan da’wah hendaklah memakai tiga macam cara atau tiga tingkat cara. Pertama, Hikmah (kebijaksanaan). Yaitu dengan secara bijaksana, akal budi yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih menarik perhatian orang pada agama, atau kepada kepercayaan kepada Tuhan. Contoh-contoh kebijaksanaan itu selalu pula ditunjukkan Tuhan.
Kata “Hikmat” itu kadang-kadang diartikan orang dengan Filsafat. Padahal dia adalah inti yang lebih halus dari filsafat. Filsafat hanya dapat difahamkan oleh orang yang lebih terlatih fikirannya dan tinggi pendapat logikanya. Tetapi Hikmat dapat menarik orang yang belum maju kecerdasannya dan tidak dapat dibantah oleh orang yang lebih pintar. Kebijaksanaaan itu bukan saja dengan ucapan mulut, melainkan termasuk juga dengan tindakan dan sikap hidup. Kadang-kadang lebih berhikmat “diam” daripada “berkata”.
Yang kedua ialah Al-Mau’idzatul hasanah, yang kita artikan pengajaran yang baik, atau pesan-pesan yang baik, yang disampaikan sebagai nasihat. Sebagai pendidikan dan tuntunan sejak kecil. Sebab itu termasuklah dalam bidang “Al-Mau’idzhatul Hasanah”, pendidikan ayah-bunda dalam rumah tangga kepada anak-anaknya, yang menunjukkan contoh beragama dihadapan anak-anaknya, sehingga menjadi kehidupan mereka pula. Termasuk juga pendidikan dan pengajaran dalam perguruan-perguruan. Pengajaran-pengajaran yang baik lebih besar kepada kanak-kanak yang belum ditumbuhi atau belum diisi lebih dahulu oleh ajaran-ajaran yang lain.
Yang ketiga ialah “Jaadilhum billatii hiya ahsan”, bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Kalau telah terpaksa timbul perbantahan atau pertukaran fikiran, yang di zaman kita ini disebut polemik, ayat ini menyuruh, agar dalam hal yang demikian, kalau sudah tidak dapat dielakkan lagi, pilihlah jalan yang sebaik-baiknya. Diantaranya ialah memperbedakan pokok soal yang tengah dibicarakan dengan perasaan benci atau sayang kepada pribadi orang yang tengah diajak berbantah. Misalnya seseorang yang masih kufur, belum mengerti ajaran Islam, lalu dengan sesuka hatinya saja mengeluarkan celaan kepada Islam, karena bodohnya. Orang ini wajib dibantah dengan jalan yang sebaik-baiknya, disadarkan dan diajak kepada jalan fikiran yang benar, sehingga dia menerima. Tetapi kalau terlebih dahulu hatinya disakitkan, karena cara kita membantah yang salah, mungkin dia enggan menerima kebenaran, meskipun hati kecilnya mengakui, karena hatinya telah disakitkan.
Ketiga cara melakukan Da’wah ini, hikmat, mau’idzhah hasanah dan mujaadalah billatii hiya ahsan, amatlah diperlukan disegala zaman. Sebab Da’wah atau ajakan dan seruan membawa ummat manusia kepada jalan yang benar itu, sekali-kali bukanlah propaganda, meskipun propaganda itu sendiri kadang-kadang menjadi bagian dari alat Da’wah. Da’wah meyakinkan sedang propaganda atau di’ayah adalah memaksakan. Da’wah dengan jalan paksa tidaklah akan berhasil menundukkan keyakinan orang. Apatah lagi dalam hal agama. Al-Qur’an sudah menegaskan bahwa dalam dalam hal agama sekali-kali tidak ada paksaan. (al-Baqarah ayat 256). Dan diujung ayat ini dengan tegas Allah Swt berfirman: bahwa urusan memberi orang petunjuk atau menyesatkan orang, adalah hak Allah sendiri: “Sesungguhnya Tuhan engkau, Dialah yang lebih tahu siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan Dialah yang lebih tahu siapa yang mendapat petunjuk.” (ujung ayat 125)
Demikianlah ayat ini telah dijadikan salah satu pedoman perjuangan,menegakkan iman dan Islam di tengah-tengah berbagai ragamnya masyarakat pada masa itu, yang kedatangan Islam adalah buat menarik dan membawa, bukan mengusir dan mengenyangkan orang. Dan sampai sekarang, ketiga pokok ini masih tetap terpakai, menurut perkembangan-perkembangan zaman yang modern.. 
. Wallahu A’lam bish as-Shawwab. Ana Mulim qabla kulli syai’in.
                                                                                      



[1] . Makalah ini disampaikan pada mata kuliah Tafsir Ayat-Ayat Da’wah di Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Moh. Natsir Dewan Da’wah Islamiyah Indonesia (DDII) Jakarta.
[2] . Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddiqy,. Tafsir Al-Qur’anul Majid An-Nur jilid II, Jakarta, P.T. Pustaka Rizki Putra Semarang. 1995, Hal 1658-1687.

[3] . Masa Depan Umat Islam dalam Janji Al-Qur’an dalam Jeje Zaenuddin, Tema-tema Dasar Memahami Islam, Jakarta: Tajdid Press, 2008, hal 49.
[4] . Telah dila’nati orang-orang kafir dari bani Israil dengan lisan Daud dan Isa putera Maryam. Yang demikian itu, disebabkan karena mereka durhaka dan selalu melampui batas. Mereka satu sama lain selalu tidak melarang tindakan munkar yang mereka perbuat. Sesungguhnya amat buruklah apa yang selalu mereka perbuat”. (QS. Al-Maidah:78-79).  Kaum muslimin telah menerima prinsip agung (amar ma’ruf nahi munkar), dan dengannya mereka telah mengenal tanggung jawab terhadap sesamanya. Mereka menyeru manusia kepada kebenaran, saling menasehati dan memberikan anjuran. Mereka yang diberi nasehat, menerima nasehat itu dari penasihat, dengan pernyataan terima kasih dan dengan hati yang tenteram. Oleh karena itu luweslah segala urusan mereka, dan majulah kehidupan mereka bahkan menjadi kuat dan mulia. Untuk lebih jelasnya silakan lihat pula: Mahmud Syaltut, Tafsir Al-Qur’anul Karim, Bandung: CV Diponegoro, 1989, Hal 269.
[5] . Qomaruddin Shaleh (ed), Asbabun Nuzul: Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur’an, Bandung: CV Diponegoro, 1995.
[6]. Hamka, Tafsir Al-Azhar (juz XIV), Jakarta: Pustaka Panjimas,. 1987, Hal 319-320.


[7] . Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir Al-Qur’anul Adziem,. Jakarta: Gema Insani Press, 2004, Hlm 1078-1081.
                                                                                                                                           Oleh: Hadi Nur Ramadhan

Penulis : RG-UG112 ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel ini dipublish oleh RG-UG112 pada hari Selasa, 06 Maret 2012. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan
 

0 komentar: