Judul buku : Api Sejarah 2
Penulis : Ahmad Mansur Surya Negara
Penerbit : Salamadani
Kota terbit : Bandung
Tahun terbit : 2010
Tebal buku : 578 halaman
Resensator : Nur Rochman
Persembahan khusus untuk ulama pejuang dan alumni santri serta generasi
penerus sejarah. Demikian Ahmad Mansur Suryanegara pria kelahiran 22
Dzulhijjah 1353 H itu menuliskan pada halaman awal Api Sejarah , ia
gemar melakukan studi ilmu sejarah setellah bergabung di PII (Pelajar
Islam Indonesia dan IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah). Kecintaanya
terhadap ilmu sejarah juga telah ia curahkan melalui ratusan artikel
yang telah direbitkan diberbagai media. Buku-bukunyapun juga telah
banyak diterbitkan oleh berbagai penerbit diantarany; Islam untuk
Disipin Ilmu Sejarah, Menemukan Sejarah, Amerika Menolak Presiden
Wanita, Alqu’an dan Kelautan. Sejarah Maritim yang terlupakan.
Api Sejarah 2 ini merupakan jilid ke-2 dari buku Api Sejarah, yang
berusaha mengungkap fakta-fakta sejarah yang sengaja disembunyikan
karena tendensi kepentingan-kepentingan tertentu. Ataupun tersembunyi
karena belum pernah terungkap melalui tinta sejarah. Bahkan ketika buku
ini akan diterbitkan, teks aslinya sempat dicuri ketika seminar API
SEJARAH digedung Juang pemerintah kotamadya Sukabumi. Namun sebagai
hikmahnya penulis justeru lebih termotifasi untuk menyusun ulang isi
buku dengan lebih lengkap seperti sekarang ini. Ini menunjukan betapa
penting sejarah yang berusaha diungkap melalui buku ini sehingga ada
pihak-pihak tertentu yang berusaha menghalangi penerbitanya.
Buku ini sungguh sangat berani dalam mengungkap fakta sejarah. Bahwa
ternyata ulama dan santri telah memberi kontribusi terbesar dalam
penegakan NKRI sejak awal kedatangan kaum imperialis diawal abad ke-16.
Bertolak dari statement Paus Alexander VI yang meyakinkan bahwa kedua
belahan dunia diluar wilayah negara gereja Vatikan adalah tidak bertuan,
sedangkan bangsa yang mendudukinya adalah bangsa biadab. Yang pada
akhirnya melahirkan perjanjian Thordesilas sebagai awal lahirnya
imperialisme barat. Di Asia Tenggara diawali dengan penyerangan kerajaan
Katolik ke Malaka tahun 1511 M yang merupakan pusat pasar milik umat
Islam. Ekspansi perluasan wilayah jajahan ini ternyata juga dibarengi
dengan Zending- penyebaran
agama katolik, serta memasukan budaya asal mereka. Namun eksistensi
mereka dibumi Nusantara harus berahadapan dengan keberadaan ulama dan
santri-santrinya yang menentang keras terhadap
kolonialisme-imperialisme. Hingga berabad-abad kemudian memasuki abad
ke-20 menjelang proklamasi. Akhirnya ulama dan santrilah yang merupakan
donatur kekuatan terbesar serta yang paling loyal dalam perjuangan
bangsa.
Ulama sebagai sosok yang menentang keras menentang
kolonialismeimperialisme. Menjadi musuh utama pemerintah kolonial,
sehingga mereka melakukan berbagai usaha untuk menghilangkan pengaruh
dari masyarakat. Dengan tanam paksanya pemerintah kolonial mematahkan
kekuasaan ulama dibidang ekonomi dan pasar. Serta dialihkan monopolinya
ke Vreemde Oosterling- bangsa
Timur asing, yaitu Cina, India, dan Arab. Sejak adanya tanam paksa
hilanglah perhatian ulama dibidang kewirausahaan dan penguasaan pasar
serta penguasan maritim.
Untuk memperkuat pertahanan penjajah diwilayah Nusantara, mereka
membangun jalur darat dan jalur kereta api multifingsi. Di J awa
dibangun jalur Dendels sepanjang Ayer-Panarukan. Selain sebagai
pengangkut perniagaan dan benteng Stelsel dalam
bidang militer, secaara politik juga sebagai upaya mempersempit
pergerakan ulama dan santri, serta memperkuat kristenisasinya.
Kesultanan saat itu yang sebagian besar dekat dengan ulama dirampas
kekuasaannya dibidang politik, ekonomi dan militer dan sebagai gantinya
hanya sebagai tax collector –penarik pajak, yang akhirnya sosok sultan/raja junjungan rakyat menjadi sosok yang dibenci rakyatnya sendiri.
Memasuki abad ke-20. Setelah berakhirnya perang dunia I (1914-1919 M).
Jepang bersama jerman dan Itali mendirikan AXIS Pact- pakta pertahanan
poros. Dalam misi libensraum living space (perluasan lahan kehidupan. Berangkat dari restorasi meiji dibawah
pimpinan kaisar Hirohito, bangkit untuk melakukan perluasan dikawan
Asia Timur Raya, dan termasuk Indonesia yang kal itu dibawah kekuasaan
pemerintah kolonial Belandda, namun Belanda dibawah jenderal Ter Porten
menyerahkan Indonesia kepad bala tentara Jepang tanpa syarat melalui
rekapitulasi Kalijati 8 Maret 1942.
Kehadiran balatentara Jepang di Indonesia saat itu dinilai membawa
angin segar bagi bangsa Indonesia karena membantu mengusir penjajah
barat yang kafir. Tapi ternyata anggapan itu hanya muncul di Jawa.
Strategi yang diterapkan Jepang melihat puau Jawa sebagai sentral
pengendali kekuasaan di seluruh wilayah Indonesia, skaligus tempat
berkumpulnya para ulama dan kaum elit politik, pulau Jawa mempunyai
kekuatn yang sangat besar yang bisa dimanfa’atkan, ini terbukti
dikalimantan tentara jepang membantai keluarga sultan dan kaum
cendekiawan yang memberontak.
.
Sikap ramah dan bersahabat yang mereka tunjukkan dipulau Jawa hanyalah
sebagai usaha untuk menarik simpatik para ulama, mereka mengakui
pengaruh ulama yang sangat kuat dimasyarakat dan mampu memhipun
kekuatan dahsyat yang bisa dimanfaatkan untuk memenagkan perang Asia
Timur Raya melawan tentara sekutu. Untuk meraih simpati para ulama dan
umat Islam Jepang juga melancarkan propagandanya dengan mengatakan bahwa
setelah dapat memenangkan perang Asia Timur Raya nanti kaisar jepang
akan memeluk Islam dan menggantikan kekhalifahan Turki Utsmani yang
telah runtuh.
0 komentar:
Posting Komentar