>

Bojonegoro Menuju Kota Maksiat?



Share |
Bojonegoro (SI ONLINE) - Ironis. Bojonegoro yang dipimpin seorang kader Partai Amanat Nasional (PAN) dan sekaligus yang disanjung-sanjung sebagai putera terbaik Muhammadiyah, ternyata tidak mampu mengubah wajahnya menjadi kota yang lebih religius. Faktanya yang terjadi justru sebaliknya, segala bentuk kemaksiatan dan perilaku berbahu syirik merebak di mana-mana. Anehnya, hal seperti itu nampaknya tidak pernah ditangani secara serius, dan bahkan tradisi berbahu syirikpun justru dilestarikan sebagai asset budaya lokal.

Awal terpilihnya Drs. H. Suyoto, M.Si sebagai bupati Bojonegoro, bagi umat Islam setempat merupakan harapan baru untuk semakin tegaknya sebuah syiar Islam. Dia yang dikenal sebagai mubaligh sekaligus intelektual muda itu diakui merupakan simbol kemenangan Islam dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) secara langsung yang dilaksanakan empat tahun yang lalu. Meski dia merupakan kader Muhammadiyah, namun dia relatif bisa diterima oleh golongan Islam secara umum. Malah masyarakat golongan sekulerpun yang kandidat calonnya kalah dalam Pilkada waktu itu, sebagian besar juga bias menerima kehadiran Suyoto sebagai bupati. Dia memang dikenal sebagai sosok yang fleksibel sehingga bisa berada di mana-mana. Sebagaimana dia katakan sendiri dalam pidato di awal pemerintahannya, ibarat seorang sopir dia merupakan sopir bus umum. Siapa pun boleh ikut menumpang dan akan dia antarkan sampai tujuan dengan baik dan selamat. Mendengar pernyataan itu, masyarakat Bojonegoro yang hadir seperti terhipnotis dan sontak langsung mengaplous dengan pekikan, Allahu Akbar!

Namun setelah empat tahun lebih dalam pemerintahannya apa yang diharapkan oleh umat Islam di Bojonegoro itu nampaknya masih ibarat ‘jauh api dari panggang’nya. Harapan untuk memoleh wajah Bojonegoro menjadi lebih religius, boleh dikatakan gagal. Alih-alih membuat kota lebih religius, faktanya justru kini kemaksiatan berkembang pesat. Dan parahnya lagi, di sisi lain budaya lokal berbau syirik yang semula sudah hampir terkubur, kini sepertinya malah dihidup-hidupkan lagi.

Fakta ini bisa kita lihat, betapa kota yang berpenduduk mayoritas Muslim ini sekarang telah dipenuhi oleh warung-warung seks dan tempat-tempat hiburan malam, seperti karaoke yang dalam praktiknya digunakan sebagai tempat mesum sambil minum minuman keras. Demikian juga di beberapa tempat wisata yang ada, di situ digunakan sebagai tempat yang aman berpacaran muda-mudi.

Berdasarkan pengamatan Suara Islam, hampir di setiap kota kecamatan di wilayah Kabupaten Bojonegoro saat ini terdapat warung remang-remang. Selain menyediakan minuman keras di situ juga disiapkan perempuan-perempuan nakal. Sebagai bukti perlu diungkap di sini, yakni di Kecamatan Gondang terdapat warung remang-remang yang berlokasi di terminal Betek. Warung sejenis juga terdapat di Kecamatan Sukosewu, di antaranya yang berlokasi di Desa Semawot, Desa Klepek dan Desa Purwoasri yang jumlahnya tidak kurang dari 14 tempat. Sedangkan di Kecamatan Margomulyo, warung remang-remang berderet di tepi jalan raya Bojonegoro-Ngawi, jumlahnya mencapai 18 rumah. Kemudian di Kecamatan temayang juga terdapat warung yang menjadi sarang pelacur yang berlokasi di Desa Pancur, dan di Kecamatan balen terdapat di Desa Kenep. Di Kecamatan Ngarho yang berjarak sekitar 50 km arah barat dari pusat pemerintah Kabupaten Bojonegoro, juga terdapat tidak kurang dari 5 tempat pelacuran, yakni di Desa Bancer. Tidak jauh dari situ, di Kecamatan Padangan, tepatnya di Desa Purworejo juga terdapat warung sejenis. Sedangkan di kecamatan kota sendiri, lokalisasi komplek pelacuran Kalisari yang sebenarnya secara resmi sudah ditutup oleh bupati Bojonegoro, H. Atlan sekitar 14 tahun yang silam, sekarang dengan bebas buka praktik kembali. Selain warung remang-remang, di beberapa ruas jalan raya di Bojonegoro sekarang ini setiap malam juga dipenuhi oleh pelacur-pelacur jalanan dan para waria. Di antaranya merekan mangkal di jalan Ahmad Yani, di sekitar stadion, pasar hewan Campurrejo, di jalan sekitar Bengawan Solo, dan di komplek Pasar desa Sukorejo sungguh pemandangan yang menjijikkan.

Di samping warung remang-remang di Bojonegoro kini juga bermunculan tempat-tempat hiburan karaoke. Tidak hanya di kota, tetapi sudah berkembang sampai di desa. Dalihnya untuk hiburan keluarga, namun dalam praktiknya sering terjadi untuk hiburan para laki-laki dan penyanyi yang bukan muhrimnya. Selain minum minuman keras, tidak jarang di situ juga terjadi perbuatan mesum.

Di tempat-tempat obyek wisata, seperti di Taman Tirta Wana Dander, Waduk Pacal dan Kahyangan Api, juga digunakan sebagai lokasi yang aman untuk berpacaran dan berbuat mesum. Hal ini bisa terjadi karena tempatnya yang luas dan lokasinya dikelilingi hutan. Sementara petugas keamanannya sendiri tidak ada. Kepala Unit Pelaksana Tugas Obyek Wisata Taman Tirta Wana Dander, Muhammad Basuki, S.Pd ketika dikonfirmasi Suara Islam, tidak mengelak adanya para muda-mudi yang berkencan di lokasi obyek wisata tersebut. Diakuinya, pihaknya tidak mungkin bias melakukan pengawasan terhadap pengunjung yang kemudian melakukan kencan atau berbuat mesum tersebut. Sebab, “Selain lokasinya luas, pihak kami sementara ini belum mempunyai tenaga khusus di bidang keamanan. Ini mestinya tugasnya Satpol PP,” ujar Muhammad Basuki berkilah.

Yang membuat umat Islam juga merasa kesal, saat ini tradisi masyarakat berbau syirik juga sering dilaksanakan di desa-desa. Sebagai contoh, ruwatan missal dengan tujuan membuang sial juga sering diadakan. Malah oleh Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Bojonegoro, acara itu telah dikemas menjadi paket wisata tahunan yang digelar secara rutin di obyek wisata Kahyangan Api. Ritual yang biasanya digelar di bulan Suro itu sebenarnya kental dengan ajaran Hindu dan animisme. Namun anehnya, di situ juga diselipkan do’a-do’a secara Islam, dan peserta ruwatannya pun umumnya juga beragama Islam.

Wajah Bojonegoro yang seperti ini tak pelak membuat beberapa tokoh umat Islam dan para ulama merasa prihatin. Ketua Dewan Pimpinan Cabang Partai Bulan Bintang Bojonegoro, Drs. Sun’an, M.Pd merasa miris dengan kondisi Bojonegoro selama ini. “Segala bentuk kemaksiatan sepertinya kok tak terkendali lagi. Di setiap tempat di Bojonegoro dengan mudah dapat kita temui tempat-tempat mesum dan perjudian. Saya berharap, aparat yang berwenang harus bertindak menangani persoalan ini,” lontar Sun’an.

Sementara itu Bupati Bojonegoro, Drs. H. Suyoto, M.Si ketika dikonfirmasi Suara Islam di sela-sela acara Dialog Jum’at antara bupati dengan masyarakat, mengatakan pihaknya sangat serius menangani persoalan penyakit social tersebut.

”Tidak benar kalau kami tidak serius menangani kemaksiatan yang ada di Bojonegoro. Persoalannya, menghilangkan hal yang seperti itu memang memerlukan waktu, mengingat begitu kompleknya persoalan. Tapi kami optimis, ke depan kami akan berusaha menata Bojonegoro menjadi lebih baik,” ujar Suyoto yang masa jabatannya tinggal beberapa bulan lagi itu. Jadi, entah kapan janjinya itu dilaksanakan?

AZHAR.M.F

Penulis : RG-UG112 ~ Sebuah blog yang menyediakan berbagai macam informasi

Artikel Bojonegoro Menuju Kota Maksiat? ini dipublish oleh RG-UG112 pada hari Senin, 14 Mei 2012. Semoga artikel ini dapat bermanfaat.Terimakasih atas kunjungan Anda silahkan tinggalkan komentar.sudah ada 0 komentar: di postingan Bojonegoro Menuju Kota Maksiat?
 

0 komentar: